Lihat ke Halaman Asli

Eny DArief

An ordinary woman

Namaku Ilalang

Diperbarui: 11 November 2021   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image : pixabay

Gerbong sesak yang membawaku berhenti disebuah stasiun kecil. Aku diturunkan disini bersama dengan banyak perempuan yang sama sekali tak ku kenal, yang tadi berjejalan dalam satu gerbong pengap bersamaku.
Lunglai tubuhku, airmata belumlah kering, masih terbayang wajah perih Ibuk yang tak kuasa mencegah kepergianku. Mereka merebutku dari pelukan Ibuk.
Aku sedang membantu Ibuk meniup-niup tungku, agar api tetap menyala stabil supaya rebusan jenang dikuali besar ini matang dengan sempurna. Ibuk biasa membuat panganan jenang menjelang lebaran tiba untuk dibagikan kepada kerabat dan tetangga.
Ketika tiba-tiba serombongan laki-laki menerobos masuk rumah. Mereka berperawakan kekar, bermata sipit dan sangat kasar. Salah seorang laki-laki kekar itu menarik lenganku dengan paksa. Tatapan matanya seolah melahap seluruh tubuhku.
Tubuhku berguncang kuat, aku menggigil ketakutan.

"Buuuk... tolooong"
"Jangan tuan..  lepaskan anak saya"

Tangan kekar itu terus saja menarik lenganku, tak peduli aku berteriak kesakitanku. Duh gusti Allah... seandainyapun mas Tegar ada disini, sanggupkan dia menghalau mereka untuk tidak membawaku?

***
Sentuhan dibahuku menyadarkanku bahwa aku sudah jauh dari kampungku, jauh dari Ibuk.

"Hayo jalan lagi, kalo ndak mau dibedil serdadu.."

Seorang perempuan berwajah pucat menyentuh bahuku. Aku terkesiap kaget, aku harus hidup dan pulang kekampungku ke pelukan Ibuk.
Lunglai aku melanjutkan perjalanan, sebentar-sebentar para serdadu itu membentak-bentak kami yang sudah tak mampu lagi berjalan.
Kulihat sekeliling, para perempuan muda yang bernasib sama denganku ini rata-rata berperawakan kurus dan pucat, mereka juga direbut dari keluarganya.

".... Kita mau dibawa kemana?"

Tanyaku lirih kepada perempuan pucat yang tadi mengingatkanku untuk jalan.

"Aku ndak tau pasti, hanya mendengar kita akan dipekerjakan di barak-barak serdadu"

Aku terdiam tak bisa menerka apa yang akan terjadi didepan sana, tangisku sudah habis, yang tersisa hanya sebuah kekuatiran dan ketakutan.

"Namaku Surti.."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline