Lihat ke Halaman Asli

Eny DArief

An ordinary woman

I'm The Great Pretender

Diperbarui: 16 Januari 2019   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit to : wattpad.com

Hans Christian Andersen merupakan salah satu buku favorit saya ketika kecil, salah satu cerita yang masih membuat saya tergelitik sampai sekarang adalah cerita mengenai Raja tamak yang tertipu oleh tukang jahitnya, judulnya The Emperor's New Clothes.

Sedikit ceritanya seperti ini,

Sang raja yang terkenal tamak, kikir dan hanya mementingan diri sendiri daripada rakyatnya yang miskin jelata, suatu saat kena batunya. Ketika dia mencari tukang jahit di seluruh negeri utuk membuat rancangan bajunya yang di desain semewah mungkin, dengan bahan-bahan untaian benang-benang terbuat dari emas dan permata, maka didapatinya seorang tukang jahit yang konon handal dengan rancangannya. Maka dimintalah sang tukang jahit untuk mendisain dan menjahit bajunya.

Raja tamak tersebut memberikan bahan-bahan benang emas dan permata terbaik kepada tukang jahit tersebut untuk dibuatkan bajunya.

Maka proses menjahit dilakukan berhari-hari. Suatu ketika Raja tamak menyuruh Patih untuk melihat progress pembuatan bajunya. Sang Patih terkejut karena si tukang jahit seolah-olah menjahit tapi tidak ada sehelai benangpun yang dijahit. Si tukang jahit mengatakan "hanya orang yang bijaksana dan pintar saja yang dapat melihat baju ini". Dan rupanya 'tipu-tipu' tukang jahit ini disebarkan ke seluruh negeri, sehingga seluruh negeri karena takut dianggap goblok dan tidak bijaksana, maka berpendapat bisa melihat baju mewah tersebut bahkan memuji-muji "keindahan" baju sang raja.

Akhirnya hari H pun tiba, sang raja "mengenakan" baju itu untuk karnaval keliling kampung.

Semua berdecak kagum, kecuali anak kecil kumuh dan umbelan yang digandeng ibunya yang berkata

"Bu kenapa raja tidak pakai baju?"

Beberapa orang menoleh ke anak kecil itu, dan mulai terkikik-kikik melihat kearah raja yang telanjang bulat tanpa baju. Akhirnya semua kompak setuju, memang raja tidak pakai baju.

Saya menggaris bawahi pendapat yang ikut-ikutan setuju, padahal nggak ngerti, hanya supaya dianggap pintar dan bijaksana.

Analoginya seperti ketika saya membaca suatu tulisan tapi saya tidak memahami maknanya, tapi karena sebagian orang top berkata "menarik", sayapun bilang "menarik", bukan untuk dibilang pintar atau bijaksana, melainkan memang saya tertartik untuk baca ulang nanti (setelah waktu luang) dengan didampingi Kamus Besar Bahasa Indonesia, tentunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline