Lihat ke Halaman Asli

Eny Veronika

Health, Social, Culture

Lion Air JT-610, Mengingatkan Pentingnya K3

Diperbarui: 30 Oktober 2018   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Safety First


Lion Air JT-610 jatuh di perairan dekat Karawang, Jawa Barat. Pesawat membawa 189 orang termasuk penumpang dan awak. Pesawat ini mulai beroperasi penggunaan komersial sejak 2017 dan baru mulai beroperasi tanggal 15 Agustus 2018. Tak lama setelah lepas landas pada Senin (29/10), pilot dilaporkan menghubungi pengawas lalu lintas udara di Jakarta lewat radio meminta izin untuk kembali.


Banyak perhatian yang menimbulkan analisis bersifat spekulasi mengenai peyebab jatuhnya pesawat Boeing 727 MAX 8. Dikutip dari BBC news, pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan bahwa pesawat yang usianya sangat tua dan baru membawa risiko tinggi. Pesawat yang sangat baru terkadang memiliki snags atau sobekan yang biasanya baru teratasi (dalam) tiga bulan pertama. 

Pengamat penerbangan lain, Jon Ostrower mengatakan bahwa pesawat baru pada umumnya tidak dilakukan perawatan karena masih sangat baru. Pihak Lion Air pun mengakui bahwa penyebab jatuhnya pesawat adalah kendala teknis, namun, semua spekulasi ini masih terlalu dini, kita masih harus menunggu informasi resmi dan informasi pendukung lainnya.

Dalam hidup, musibah besar memang cara paling ampuh untuk membuat kita sadar dan belajar untuk mengambil hikmahnya. Contoh nyata bisa kita lihat dari perusahaan-perusahaan industri menengah yang baru mulai menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) setelah mengalami insiden yang menyebabkan kerugian besar.

BPJS Ketenagakerjaan mencatat ada 123.000 kasus kecelakaan kerja sepanjang 2017 yang berarti naik 20% dari tahun 2016. Mirisnya, Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Amri, menyatakan bahwa hingga saat ini K3 masih dianggap sebagai beban biaya.

Angka kecelakaan kerja di Indonesia dirasa masih cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya kesadaran pengusaha dan karyawan akan pentingnya K3.

Tidak hanya di lingkup pekerjaan, mari kita mulai menyadarkan diri kita pribadi akan pentingnya penerapan K3 dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari menghilangkan hal-hal ini: 

"ah mobilnya masih baru, gak usah dicek-lah"; "Minggu lalu motornya baru gue servis kok, gasss!"; "ah panas, 'gak nyaman, ngapain pake helm?"; "gausah pake seatbelt lah, deket ini"; "sekali-sekali melanggar lalu lintas gak-pa-pa lah"; "ini apaan sih induction segala, udah biasa kok, lama ah"; dan alasan lain sebagainya

Begitu juga para pengusaha, jika dibandingkan total kerugian material dan korban jiwa, penerapan K3 di perusahaan justru akan jauh lebih menguntungkan perusahaan. Pekerja merasa aman -- memberikan performa yang baik -- produktivitas meningkat -- keuntungan dan citra perusahaan yang baik. Oh iya, mengingatkan lagi bahwa dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 penerapan Sistem Manajemen K3 adalah wajib bagi perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit 100 (seratus) orang dan/atau memiliki potensi bahaya yang tinggi.

K3 saat ini sudah menjadi budaya negara maju, bahkan di negara-negara seperti di Eropa, AS, Jepang, dsb manajemen K3 dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah menengah lho!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline