Lihat ke Halaman Asli

Serangan Ulat Bulu, Indikasi Rusaknya Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Oleh : Nurul Amin

[caption id="attachment_107503" align="aligncenter" width="630" caption="Ulat bulu (Lymatriidae-Sumber gambar : http://riau2020.wordpress.com/2011/04/20/807/)"][/caption]

Serangan ulat bulu (Lymantriidae) yang menyerang pulau Jawa, Bali, dan Sumatra adalah indikasi terganggunya ekosistem. Dalam kasus ini tampak populasi ulat bulu mengalami peningkatan yang tak terkendali, bermigrasi ke perkebunan, lalu memakan tanaman warga. Dilaporkan beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Jambi telah diserang populasi Ulat bulu.

Berbagai narasumbertelah membahas peningkatan populasi dan migrasi yang tidak lazim ini. Salah satunya yang paling representatif mengatakan kasus ini diakibatkan oleh meningkatnya suhu di Bumi akibat pemanasan global (Global Warming). Dimana akibat peningkatan gas CO2 terjadi penurunan kandungan nitrogen di daun-batang tanaman. Sementara serangga sangat membutuhkan nitrogen dalam pertumbuhannya. Akibatnya serangga memakan daun dan tanaman dalam jumlah yang banyak.

Selain penyebab utama diatas, penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah keseimbangan ekosistem. Meningkatnya populasi ulat bulu dapat ditilik dari konsep rantai makanan. Dimana dalam rantai makanan ini terjadi interaksi memakan atau dimakan yang berproses secara alami. Dalam suatu ekosistem, semakin besar keanekaragaman hayati, maka kemungkinan ekosistem itu untuk bertahan akan semakin besar. Ekosistem yang memiliki kenaekaragaman hayati yang kaya cenderung lebih seimbang dan tahan terhadap perubahan dibandingkan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati miskin.

Pada kasus ulat bulu ini, kemungkinan besar telah terjadi ketidakseimbangan ekosistem. Dimana predator utama dari ulat bulu mengalami penurunan populasi akibat ulah manusia. Salah satu predator ulat bulu adalah semut rang-rang. Semut ini memangsa telur dari ulat bulu. Namun karena semut rang-rang sering diburu untuk dijadikan pakan burung, maka jumlah populasinya semakin menyusut. Begitu juga halnya dengan Kelelawar pemakan serangga. Kerusakan goa kapur, sebagai habitat kelelawar jenis ini menyebabkan kelelawar kehilangan habitat dan populasinya menyusut. Padahal kelelawar adalah predator dari ulat bulu dewasa.

Dua predator utama ulat bulu mengalami penyusutan populasi, keanekaragaman hayati rusak, akibatnya terjadi ketidakseimbangan di ekosistem. Hasilnya populasi ulat bulu meningkat tajam.

Solusi yang bisa dijalankan untuk jangka panjang adalah mengembalikan keanekaragaman hayati tersebut. Dimana proses ekosistem kembali seimbang dan rantai makanan alami kembali berjalan normal. Pemusnahan terhadap spesies ulat bulu (Lymantriidae) mungkin saja dilakukan, tetapi akan memakan biaya yang mahal dan waktu yang lama. Jadi, solusi yang paling bijak adalah mengembalikan keseimbangan alam sesuai peruntukannya. (EJ)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline