Lihat ke Halaman Asli

Transformasi Transaksi dari Barter Sampai E-Money

Diperbarui: 3 Juni 2016   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Praktik jual beli dengan cara barter atau bertukar barang bisa agan temukan ketika berwisata ke Pulau Komodo (dok. Kompas TV)

Revolusi alat pembayaran baru saja dimulai. Kini, umat manusia semakin praktis dalam bertransaksi. Aneka macam pilihan datang menghampiri. Mulai dari selembar check hingga sehelai uang elektronik alias e- money. 

Peradaban awal umat manusia melakukan aktivitas ekonomi, alat pembayaran sangat ribet alias jauh dari kata praktis. Bayangkan saja, untuk membeli sebidang tanah, maka harus dibayar dengan beberapa ekor kuda. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, merevolusi cara bertransaksi menjadi sangat sederhana.

Berikut perjalanan  revolusi pembayaran dari barter di abad sebelum masehi hingga penggunaan uang elektronik di masa kini

Pertama, Barter. Di antara rekan Kompasioner, masih ada yang melakukan pembayaran dengan cara barter atau tukar antar barang dengan barang? Meski kita sudah di era teknologi, barter rupanya masih dilakukan oleh banyak kelompok masyarakat yang mempertahankan tradisi. Hal tersebut tak bisa kita pungkiri, apalagi dieliminasi. Namanya tradisi, agak sulit dihapuskan. Terlebih bagi mereka yang menutup diri dari informasi dari luar.

Di Indonesia, praktik jual beli dengan cara barter atau bertukar barang bisa kita temukan ketika berwisata ke Pulau Komodo. Cobalah sempatkan mampir ke Pasar Warloka, di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Di pasar ini, kita jangan berharap bisa menemukan uang. Jadi jika ingin beli sesuatu, maka siapkan barang tebusannya dengan nilai yang sepadan.

Ya, barter adalah metode transaksi paling tua di dunia. Diperkirakan mulai dilakukan tahun 6000 SM. Cara barter, diperkirakan dipelopori oleh bangsa Mesopotamia dan dikembangkan bangsa Babilonia. Berbagai barang pernah digunakan sebagai standar barter, semisal tengkorak manusia. Item lain yang populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.

Kedua, Emas. Emas adalah salah satu barang yang pernah menjadi alat pembayaran sebelum uang kertas digagas. Logam mulia ini, diterima di semua negara sebagai benda berharga karena nilainya tidak pernah berubah. Penggantian emas menjadi uang kertas sempat menimbulkan pro dan kontra.

Awalnya, seluruh negara menggunakan emas sebagai mata uang, termasuk Amerika. Pada tahun 1913, para bankir memutuskan bahwa telah terjadi kekurangan uang di AS. Pemerintah tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua cadangan emas telah terpakai. Agar ada sirkulasi tambahan uang, sekelompok orang mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York” yang kemudian hari populer disingkat The Fed. Sejak saat itu, alat pembayaran emas berganti menjadi uang kertas.

Ketiga, Uang Kertas. Setelah ‘uang resmi’ diperkenalkan dan diterima secara luas, maka uang kertas menjadi alat pembayaran. Pada awalnya, uang kertas dibuat oleh satu negara sebesar nilai emas yang mereka miliki. Ya, nilai uang kertas dijamin dengan emas. Namun saat ini, jumlah uang kertas yang beredar tak lagi didasarkan pada jaminan emas. Tapi tergantung oleh berbagai variabel ekonomi.

Keempat, Cek/Bilyet. Dirasa masih kurang praktis dengan uang jika transaksi dalam jumlah besar, maka otoritas Keuangan mengeluarkan alat transaksi yang bernama Cek dan Bilyet. Keduanya menyerupai surat pemberitahuan tentang otoritas klaim sejumlah uang yang nominalnya tertuang di dalam selembar Cek/Bilyet Giro. Jika tidak ada Cek/Bilyet Giro, dapat dibayangkan bagaimana repotnya melakukan transaksi bernilai milyaran rupiah. Harus membawa berkarung-karung atau berkontainer banyaknya uang untuk melakukan pembelian satu unit rumah mewah di kawasan Pondok Indah. Repot membawa dan menghitungnya.

Kelima, E-Money. Namun rupanya, teknologi terus berkembang. Penggunaan uang kertas, cek dan bilyet giro tak juga cukup di era serba cepat dan praktis yang menuntut keamanan bertransaksi. Selain membutuhkan cost bahan baku, uang kertas dan cek atau bilyet giro juga mudah rusak dan bisa disalahgunakan. Singkatnya, masih bisa dibuat terobosan alat pembayaran yang praktis dan aman. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline