Lihat ke Halaman Asli

Prabowo dan Pembela Petani

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam berbagai kesempatan, khusus nya dalam acara yang berkaitan selaku Ketua Umum DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Prabowo Subianto selalu menegaskan tentang perlu nya ada regulasi yang membela kaum tani. Oleh karena nya, dengan terbit nya Undang Undang No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, tentu kita berharap agar di masa depan akan terjadi perubahan potret petani ke arah yang lebih baik lagi.

Bila diselisik lebih dalam apa sebetul nya yang menjadi motivasi dilahirkan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, maka salah satu jawaban nya adalah karena Pemerintah merasa perlu untuk melakukan "pembelaan" terhadap petani. Lalu, mengapa petani harus dibela ? Apakah selama ini Pemerintah membiarkan petani berkiprah sendirian ataukah tidak, dimana Pemerintah sendiri tampak benar-benar serius dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarga nya ?

Potret petani dalam pembangunan, memang sangat jauh berbeda dengan mereka yang bukan petani. Pemandangan kontras akan terjadi manakala kita sandingkan antara petani dengan konglomerat misal nya. Di satu sisi kita akan lihat sebagian besar warga bangsa yang suasana kehidupan nya cukup memprihatinkan, namun di sisi yang lain, kita dapat saksikan ada sebagian kecil warga bangsa (baca : Konglomerat) yang keadaan hidup nya sangat bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh petani. Konglomerat ini terekam hidup makmur dan tidak pernah kesulitan dalam upaya nya menyambung nyawa.

Antagonis nya nasib petani dan konglomerat dalam perkembangan pembangunan yang dilakoni, pada hakekat nya memberi gambaran kepada kita bahwa spirit "pembangunan untuk semua" ini, barulah indah tertuang di atas kertas. Sedangkan fakta di lapangan masih mempertontonkan ada nya jarak kehidupan yang cukup jauh diantara berbagai golongan masyarakat. Secara akademik, kondisi yang demikian dapat dicermati dari angka Gina Rasio sebesar 0,41, yang memperlihatkan semakin melebar nya tingkat kesenjangan antar golongan masyarakat.

Kelahiran Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani sendiri, rupa nya tidak segampang yang dibayangkan. Pembahasan nya yang alot, menunjukkan kesungguhan yang mendalam dari para perancang nya. Perdebatan yang panas, bahkan beberapa kali mengalami "dead-lock", juga memperlihatkan tentang masih ada nya perbedaan persepsi antara Pemerintah dengan Pansus DPR. Inilah sebetul nya dinamika yang terjadi. Melahirkan Undang Undang yang semangat nya melakukan "pembelaan" terhadap petani pun, tetap dihadapkan pada berbagai kendala.

Sekali pun baru sekarang kita memiliki Undang Undang yang bicara panjang lebar soal Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, bukan berarti setelah 68 tahun merdeka, kita tidak memiliki kecintaan terhadap petani. Kita percaya, setiap Presiden yang pernah manggung di negeri ini, mempunyai keinginan yang kuat untuk membuat regulasi soal petani. Hal ini lumrah terjadi, karena betapa lucu nya, sebuah negara agraris tidak berani membuat aturan tentang pembelaan petani.

Namun begitu, penting juga disampaikan, apalah artinya sebuah Undang Undang jika tidak ditindak-lanjuti oleh turunan perundang-undangan berikut nya. Kalau pun turunan nya itu diterbitkan, kita berharap agar apa yang menimpa Undang Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, tidak terulang lagi terhadap Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Bayangkan, setelah 18 tahun UU NO. 12/1992 lahir, barulah Peraturan Pemerintah nya terbit. Menggelikan sekali !

Kita percaya Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani tidak akan bernasib sama dengan UU No. 12/1992. Malah dengan kesungguhan DPR untuk mengawal dan mengawasi nya, besar peluang nya Undang Undang ini akan mampu memainkan peran secara maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline