Lihat ke Halaman Asli

Enny Ratnawati A.

TERVERIFIKASI

Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

Dua Dekade Sebagai Pengguna Kereta: Menyaksikan KAI Bertransformasi

Diperbarui: 28 Oktober 2024   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

stasiun Pasar Turi yang sangat bersih dan rapi (dokumentasi pribadi Enny Ranawati A) 

Menuliskan tentang PT.KAI dan perjalanan panjang menggunakan kereta api, seperti membalik berbagai memori hingga lebih dua dekade lalu.

Seingat saya, rutin naik kereta api sejak awal 2001. Saat itu saya rutin naik Fajar Utama dan Senja Utama, kereta bisnis masa itu buat jurusan Jogyakarta-Jakarta atau sebaliknya. Hampir setengah bulan sekali saya naik kereta ini karena memang masih ada kos di Yogya selepas lulus kuliah dan lagi mencari kerja di Jakarta.

Panggilan kerja beberapa kali dan sejumlah tesnya membuat saya rutin mengandalkan dua kereta ini. Biasanya saya akan menginap semalam atau dua malam di rumah saudara di Jakarta bila ada tes dan kembali lagi ke Jogja bila tes sudah selesai. Saat itu, kedua kereta ini naik dari Tugu Jogjakarta atau Gambir Jakarta. Masih teringat jelas, bila sampai di Jogja sekitar jam 3 atau jam 4 subuh, biasanya saya akan menunggu pagi terlebih dahulu buat menelpon teman yang punya motor buat minta jemput hehe.

Maklumlah, zaman itu handphone masih langka dan mengandalkan telpon rumah/kos saja via wartel (warung telepon). Ojek atau taksi online tentu juga masih belum ada. Taksi sudah banyak sih cuma tentu mahal. Anak kos-kosan pasti sangat menghindari naik taksi. Jalan paling masuk akal, menunggu pagi dan menelpon teman untuk jemput ke stasiun. Beristirahat di bangku stasiun menunggu pagi cukup aman.

Bagaimana kondisi Fajar Utama dan Senja Utama saat itu? Tentu saja sangat berbeda dengan kondisi kereta saat ini. Di dalam ruangannya masih gerah sepanjang perjalanan. Pendingin ruangan sangat minim. Dan satu lagi, pedagang asongan sangat bebas keluar masuk kereta. Di satu sisi menguntungkan, karena ya banyak penjual makanan dan minuman. Buat yang nggak bawa bekal perjalanan, sangat gampang membeli makanan tanpa harus turun ke stasiun. Namun di sisi lain, kesemrawutan sangat-sangat terasa. Jangan ditanya kondisi toilet di kereta saat itu.

Buat saya pribadi, mending mengurangi minum dulu selama perjalanan atau menahan keinginan ke toilet daripada harus berhubugan dengan toilet kereta.  

Namun harus diakui, perjalanan kereta saat itu, perjalanan yang cukup menarik. Harga tiket relatif terjangkau, lumayan tepat waktu dan bisa diprediksi hingga pemandangan sepanjang perjalanan yang tentu nggak kaleng-kaleng, Sangat indah. Masa perjuangan naik kereta yang tak terlupakan. Plot twist-nya saya juga diterima di salah satu kantor di Jakarta di 2001 tersebut.

**

Bekerja di Jakarta, saya tak terlalu sering lagi naik kereta. Karena tugas kantor biasanya pakai transportasi udara. Kalaupun sesekali naik kereta biasanya ke tujuan yang lumayan dekat, stasiun Bandung saja. Jakarta-Bandung tentu saja tidak jauh-jauh amat. Namun dalam satu momen, perjalanan Bandung-Jakarta malam hari, kereta yang saya tumpangi, dilempari batu dari luar, persis di jendela saya. Untunglah tak kenapa-kenapa walau kaget luar biasa. Mungkin orang iseng saja saat itu tapi ingatannya terasa sampai saat ini.

Selanjutnya, ya seperti anak Jabodetabek pada umumnya, saya seringkali naik commuter line buat perjalanan ke tempat kerja. kebetulan rumah di Depok dan kerja di Jakarta Barat. Jadilah, commuter line jadi salah satu andalan transportasi.

PT KAI Terus Bertransformasi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline