Baru sekitar tiga tahun terakhir, masuk PAM di komplek dan hampir semua beralih ke PAM
Ketika membeli rumah di Depok pada 2004, salah satu yang ditawarkan penjualnya adalah airnya bagus. Dan ternyata memang benar adanya.
Kami menggunakan sumur bor untuk berbagai keperluan di rumah. Kalau buat keperluan memasak dan minum memang menggunakan air mineral langganan. Tapi buat keperluan lain, jelas-jelas menggunakan air tanah. Sumur bor kami tak dalam banget, hanya 9 meteran saja. Itupun sepanjang tinggal di Depok hanya sekali diperdalam karena saat itu kemarau panjang.
Untuk menyalurkan airnya, kami memakai mesin air yang akan menyalurkan airnya ke sebuah toren besar di atas rumah untuk kemudian disalurkan ke keran-keran dalam rumah.
Mesin air yang bisa dikatakan awet banget, karena sejak 2004 tidak pernah diganti. Bahkan ada hingga saat ini, walau tak pernah digunakan lagi. Kalaupun ada kerusakan, misal air tidak mengalir, cukup memanggil tukang yang bisa memperbaiki mesin air tersebut.
Secara umum, kualitas air sumur bor di rumah kami ini sangat bagus. Airnya jernih bening, tidak berwarna dan tidak berbau juga.
Hanya bila kami pulang kampung agak lama misalnya dan menyalakan lagi mesin air, biasanya airnya akan tidak jernih seperti biasanya alias butek terlebih dahulu. Cukup dinyalakan beberapa menit dan airnya dibuang dahulu, air akan jernih seperti sedia kala lagi.
Hal berbeda banget ketika suatu hari berkunjung ke rumah salah satu saudara di Balaraja, Tanggerang Banten.
Saat itu menumpang ke kamar mandinya dan saya kaget banget karena air dalam bak mandinya warnanya kuning dan bau tanahnya juga tercium jelas. Untungnya hanya numpang cuci tangan dan bebersih secukupnya saja.
Dari penjelasan tuan rumah, ternyata dari tahun ke tahun air sumur bor di wialayah tersebut memang berwarna kuning.
Salah satu efeknya katanya, tidak bisa digunakan buat mencuci baju,khususnya berwarna putih. Untuk keperluan mencuci dan makan minum, mereka harus membeli lagi air yang biasanya dijajakan pedagang keliling.