Lihat ke Halaman Asli

Enny Ratnawati A.

TERVERIFIKASI

Menulis untuk meninggalkan jejak kebaikan dan menghilangkan keresahan

4 Cara Hidup Damai bersama Lansia

Diperbarui: 13 Desember 2022   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi lansia.(tirachardz/ Freepik)

Kalau ada yang mengatakan, banyak lansia tingkahnya balik seperti anak-anak lagi, mungkin ada benarnya juga. 

Beberapa waktu lalu, Kompasiana memuat tulisan dr, Ariana Maharani dengan judul "Jika aku menjadi pasien di usia senja". Tulisan ini berkisah tentang pasien beliau denganusia senja yang menolak opname dann dirujuk karena khawatir tak lagi ada teman-temannya yang menengok ketika opname di RS.

Usia senja atau usia lanjut usia (lansia) memang kadang-kadang, perilaku kita bisa saja berada di luar prediksi. Masa muda, segar bugar dan rajin olahraga misalnya, ternyata masa tua sakit-sakitan bahkan pikun.

Masa tua memang tak bisa diprediksi akan seperti apa, dan kita semua, kalau berumur panjang, akan sampai ke masa-masa tersebut.

Lansia, perilakunya unik dan memang sudah banyak dialami teman-teman saya yang hidup bersama orang tua mereka bahkan ada juga yang hidup dengan tante-nya yang tak punya suami/anak sehingga harus tinggal bersama ponakannya.

Ini dialami seorang teman saya, yang selain hidup bersama kedua orang tuanya yang sudah sepuh, juga harus hidup dengan tantenya yang qadrullah terkena stroke. Awal-awal tentu saja seisi rumah ikut stres, namun lambat laun semua bisa menyesuaikan.

Hanya saja, tantenya sampai kini masih agak susah untuk dibiasakan berpola hidup sehat, baik dari sisi makanan maupun aktivitas harian. 

"Kalau pagi hari tertidur saja, padahal kan bagusnya berjemur biar sehat," keluh teman saya.

Pengalaman kawan lain juga unik. Keluarganya tinggal bersama ibu bapaknya dalam satu rumah. Ibunya menderita penyakit diabetes yang memang harus dijaga gaya hidupnya sampai persoalan makannya.

Makan yang mengandung gula haruslah sangat dibatasi. Namun sang ibu rupa-rupanya sangat sulit untuk dibatasi mengonsumsi yang manis-manis, bahkan semakin dilarang semakin menjadi-jadi.

"Kami sampai menyembunyikan letak gula dan teh, agar ibu tak sering minum teh manis," ujarnya. Namun ternyata ibunya tak kehilangan ide. Beliau minta tolong anak tetangga untuk membelikan teh dan gula pasir ke warung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline