"Mas, aku gendutan ya?"
"Eemmm, sedikit. Tapi wajar dong, kamu kan pernah hamil dan sekarang masih menyusui. Jangan diet ya, yang penting cukup nutrisi untuk kebutuhan ASI (Air Susu Ibu) untuk anak kita. Badan segitu masih cantik, kok."
Meskipun suami saya bilang begitu, tetap saja saya merasa kurang percaya diri. Bagaimanapun juga saya merindukan bentuk badan saya seperti waktu gadis. Bukannya semata-mata saya ingin terlihat menarik di depan orang-orang, tapi karena saya ingin badan saya terasa lebih ringan dan bisa lebih aktif seperti dulu.
Dengan berat badan setelah melahirkan, saya merasa sering "begah" dan malas bergerak. Rasanya kasur adalah tempat paling nyaman. Apalagi kalau sambil streaming film atau nonton Youtube, duh bikin tambah berat untuk aktif bergerak. Terlebih saya juga bekerja di depan komputer sekitar 5-6 jam per hari. Untuk ngambil gunting atau staples saja saya memilih teriak memanggil office boy, ketimbang jalan beberapa langkah.
Saya merasa kebiasaan di atas lama-lama akan berdampak buruk untuk kesehatan saya. Saya tahu sudah saatnya saya olahraga dan menjaga pola makan. Cuma bayang-bayang bahwa saya akan "tersiksa" justru membuat saya melampiaskannya dengan makan lebih banyak lagi. Apalagi suami melarang keras saya untuk diet. Karena sebelumnya saya memang pernah nekat mencoba diet, padahal saya masih menjadi ibu menyusui. Diet yang saya lakukan pun langsung drastis mengurangi porsi makan bahkan melewatkan sarapan. Alhasil saya justru kena maag, dan ASI berkurang.
Saya menyesal harus mengorbankan kesehatan diri sendiri dan kepentingan anak demi kepuasan pribadi.
Semenjak itu saya berusaha menjaga pola makan saja dibandingkan harus diet. Saya mulai dari yang ringan-ringan dulu dengan memasak makanan sendiri di rumah. Sehingga saya bisa kontrol gula dan garamnya dan tidak memakai penguat rasa. Cara memasaknyapun saya pilih rebus-rebusan, meminimalisir masakan yang digoreng. Saya juga memastikan setiap hari ada sayur dan buah di rumah untuk dikonsumsi.
Sayangnya satu hal yang tetap tidak bisa saya kontrol, yaitu camilan.
Sebagai ibu menyusui tentu saya sering haus dan lapar. Apalagi kalau belum masuk jam makan berat, tentu saya memilih makanan ringan untuk mengganjal perut. Biasanya saya beli snack di mini market atau beberapa potong kue di toko roti. Gulanya jangan ditanya, tentu terlalu manis dan saya bisa makan dalam jumlah banyak.
Rasanya agak sia-sia saya sudah memasak makanan sehat tapi camilannya tidak sehat. Sehingga keluhan badan terasa berat, kaku, dan malas bergerak masih terus ada.
Sampai awal bulan Agustus ini tetangga saya mengajak untuk daftar sanggar senam aerobic yang tidak jauh dari rumah kami. Saya langsung menerima ajakannya, karena memang sebelumnya saya malas olahraga karena tidak ada teman.