Lihat ke Halaman Asli

Belajar Tentang Karma dari Tony Stark di Iron Man 3

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Karena keinginan anak saya, maka saya pun memaksakan diri untuk menonton film yang menjadi box office ini. Kisahnya masih tentang Tony Stark yang tampan, kaya, dan cerdas, dalam menghadapi ancaman teror terhadap kedamaian dunia dalam hal ini Amerika Serikat, negara super power itu.

Kisahnya terjadi setelah kejadian dalam film The Avenger, di mana kepahlawanan Iron Man menjadi ikonik setelah berhasil mengusir dan mengalahkan mahluk liyan yang bermaksud menghancurkan dunia. Dan hal ini secara pribadi tentu menjadi beban tersendiri bagi Tony Stark sehingga dia menderita penyakit psikosomatis berupa perasaan gugup dan sulit tidur. Meskipun demikian, sebenarnya hal itu membuat Tony Stark mempunyai persiapan terhadap macam-macam gangguan yang sekiranya timbul, sehingga dia berhasil menciptakan beragam armor-suite dengan karakteristik dan kegunaan yang berbeda-beda. Misalnya Hulkbuster yang ditujukan untuk menghadapi kemarahan Hulk, atau Iron Patriot yang merupakan penyempurnaan dari War Machine yang ditujukan sebagai alat perang serba guna untuk beragam pertempuran di darat, laut, maupun udara.

Film ini diawali dengan sebuah pernyataan dari Tony Stark yang mencerminkan cerita utuh dari film ini selanjutnya, “Setiap orang menciptakan iblis sendiri dari dalam dirinya.” Iblis di sini yang dimaksudkan adalah keinginan jahat orang lain yang terwujud karena keinginan kita. Seperti dalam kisah Iron Man 3, ketidakpedulian Tony Stark untuk menerima usulan proyek dari Aldrich Killian mengenai titik di dalam otak yang paling menentukan dan bisa mengontrol "kemauan" dari tubuh yang dia sebut sebagai Advanced Idea Mechanic (AIM) sehingga membuat Aldirch Killian bercita-cita untuk menjadi ilmuwan terkemuka di dunia.

Ketidakpedulian lainnya yang dilakukan berbarengan dengan kejadian pertama tadi di sebuah malam tahun baru itu adalah Tony Stark mengenyampingkan proposal Maya Hansen tentang Extremist sebuah ide regenerasi bagian tubuh yang rusak dari tanaman atau mahluk hidup karena Tony lebih menikmati gaya hidup flamboyannya untuk lebih memperhatikan tubuh Maya Hansen daripada idenya itu.

Pada akhirnya, seperti film-film super hero ala Hollywood maka Tony Stark berjuang habis-habisan sampai akhirnya menang dari tokoh-tokoh yang mengancam perdamaian dunia itu. Meskipun pada saat terakhir, bukanlah dia yang berhasil menewaskan Aldrich Killian tetapi Ms. Pots, kekasih Tony Stark, yang justru menjadi korban dari ketidakpedulian Tony Stark tadi.

Kesadaran terhadap kesalahan masa lalu, dan bangkit menjadi manusia baru yang sepenuhnya sadar pada kemampuan diri dan menyerahkannya pada keadaan alamiah (sehingga dia mau dioperasi untuk menghilangkan kumparan tenaga pada bagian jantungnya) adalah ending yang menarik menurut saya. Karena seorang super hero bukanlah orang yang mengandalkan tehnologi dan peralatan tempur melainkan orang yang mau dan mampu membantu orang lain mendapatkan kehidupan yang lebih baik, lebih damai. Saya melihatnya seperti orang yang mau mengakui kesalahan masa lalu, dan mau dibentuk dan digunakan sebagai alat untuk tujuan yang mulia.

Meskipun film ini sangat kental nuansa propaganda Amerika-nya bahwa bangsa Amerika adalah bangsa yang unggul dan mumpuni hingga bisa masuk ke negara-negara lain bahkan mengobrak-abrik mereka (sebagai contoh armor Iron Patriot yang diawaki Kolonel James Rhodes bisa seenak hati masuk ke Pakistan, Afganisthan, bahkan Bangladesh, untuk mencari Mandarin), tapi saya melihat masih ada nilai universal yang bisa diambil bahwa tindakan kita bisa memberi dampak pada orang lain sehingga orang lain bisa bertindak di luar perkiraan kita sehingga kita harus selalu mawas diri dan berhati-hati dalam mengambil tindakan, sekecil dan seremeh apa pun.

Ya. Konsep semacam ini memang sudah lebih dulu dikenal dengan nama karma, bahwa ada kejadian yang bisa menimpa kita karena perbuatan kita sendiri. Dan satu-satunya hal yang bisa memutuskan karma adalah menyadari kesalahan, atau dalam bahasa saya - lahir baru.

Jakarta, Mei 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline