Masih banyak orang yang beranggapan jika mengonsumsi micin membawa dampak negatif bagi tubuh, misalnya orang dianggap bodoh hingga menjadi pemicu kanker otak. Padahal, sudah banyak penelitian membuktikan berita tersebut adalah tidak benar. Asalkan dengan kadar yang tidak lebih dari aturan yang sudah ditetapkan
MSG (Monosodium Glutamat) merupakan sebuah garam natrium dari asam glutamate yang digunakan dalam mengolah makanan (Maidalwis, 2010 dalam Junita, 2018). Asam glutamate ini termasuk golongan asam amino non-esensial. Artinya, zat tersebut dapat diproduksi oleh tubuh sendiri tanpa asupan tambahan dari luar. MSG atau kerap dikenal micin ini diproduksi dari fermentasi pati, gula, tebu atau molase dan biasanya ditambahkan ke berbagai makanan sebagai penguat rasa. Di dalam micin, terdapat zat asam glutamate yang menciptakan rasa umami dan merasa ketagihan saat dikonsumsi.
Lantas, mengapa MSG dianggap sebagai zat yang buruk bagi kesehatan?
Pada tahun 1968, Robert Ho Man Kwok melaporkan efek samping yang dia rasakan setelah menyantap makanan China-Amerika. Beliau menjelaskan penyebab terjadinya efek samping yang dirasakan, termasuk kandungan alkohol, natrium, atau bumbu MSG. Tetapi, hanya MSG saja yang menjadi pusat perhatian hingga muncul istilah Sindrom Restoran China yang dianggap sebagai sindrom kompleks MSG.
Dalam otak manusia, terdapat banyak saraf reseptor yang bertugas meneriman rangsangan sinyal. Letak otak tersebut ada di bagian tengah, disebut hipotalamus. Banyak reseptor yang secara khusus responsive terhadap glutamate di hipotalamus. Apabila seseorang terlalu banyak mengonsumsi micin, reseptor otak tersebut akan bekerja semakin aktif hingga lama kelamaan menyebabkan kematian neuron. Kematian neuron ini akan berdampak pada kemampuan otak untuk berpikir logis semakin menurun. Peristiwa tersebut bisa terjadi jika seseorang mengonsumsi MSG dalam jumlah yang tidak wajar.
Badan keamanan pangan Amerika Serikat (FDA) mengklasifikasikan penggunaan MSG dalam sebuah makanan aman untuk dikonsumsi. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi di mata masyarakat. Bahkan, banyak orang mengklaim mengonsumsi micin merupakan pemicu penyakit kanker.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp. PD-KHOM menyatakan bahwa penggunaan MSG terbukti tidak menyebabkan kanker. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh badan Food Standards Australia New Zealand (FSANZ). Beliau juga menjelaskan bahwa Institut Kanker Amerika telah melakukan riset terkait hal ini menggunakan hewan coba tikus. Hasilnya didapatkan bahwa tikus tersebut tidak terkena kanker setelah diberikan MSG. Menurut beliau, penyakit yang dialami seseorang seperti kanker tidak semata-mata disebabkan dari makanan yang biasa dikonsumsi. Terdapat berbagai faktor yang dapat mengakibatkan seseorang mengidap penyakit serius tersebut, termasuk Riwayat keluarga atau genetik serta paparan radiasi. Sejauh ini, belum terdapat penelitian yang membuktikan bahwa di dalam micin memiliki kandungan zat karsinogenik yang dapat memicu terjadinya kanker di dalam tubuh.
Walaupun diperbolehkan sebagai penyedap makanan, penggunaan MSG yang berlebihan dapat menimbulkan rasa pusing dan mual. Ketika kita mengonsumsi MSG, kandungan garam yang dipenuhi bagi tubuh sebesar 20-30% sehingga kelebihan mengonsumsi MSG menimbulkan kenaikan kadar garam dalam darah. Untuk itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan ADI (Acceptable Daily Intake) dari micin sebanyak 120 mg/kgBB/hari. Sedangkan menurut Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB), tidak mentolerasi konsumsi micin lebih dari 3 g atau sendok teh per hari. Apabila aturan tersebut dilanggar, akan dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan.
Mengonsumsi micin mungkin membuat kerja otak akan menurun bagi sebagian orang. Di samping itu, micin dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala dan tekanan darah meningkat. Perlu diperhatikan pula, ada beberapa orang yang sensitif terhadap micin. Beberapa gejala yang dialami misalnya tubuh merasa lemas, terdapat kemerahan di bagian kulit, keringat berlebihan, rasa kesemutan, atau sensasi terbakar di bagian area tertentu.
Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus waspada terhadap efek samping yang mungkin ditimbulkan dari MSG sewaktu-waktu. Selain itu, kita perlu lebih bijak saat mengatur kadar penggunaan MSG dalam masakan yang dibuat. Hal ini disebabkan kadar zat yang diperlukan tubuh tiap individu berbeda. Kunci untuk menghindari efek samping micin adalah jangan berlebihan. ***