Bukan PPKM Level satu, dua atau tiga, tapi Inmendagri No. 6 tahun 2021 yang akan mengawal saat Nataru. Kabarnya, virus corona varian terbaru sudah terdeteksi di beberapa negara. Semoga saja Omicron yang katanya lebih gesit dari Delta nggak latah curi kesempatan ikut tahun baruan di Indonesia.
Rasanya baru kemarin pergantian tahun baru 2021 berlalu penuh curiga, walau tak semeriah saat masa normal dulu, namun ada saja yang nekad curi kesempatan, pesta tahun baruan di bawah tekanan dan ketegangan. Kok bisa-bisanya.
Pandemi Covid-19 yang sudah melanda Indonesia sejak awal tahun 2020 lalu, sudah banyak merubah gaya hidup bangsa, termasuk saat menghadapi masa-masa pergantian tahun baru masehi yang dulu selalu dimeriahkan dengan kerumunan dan kemeriahan.
Saya masih ingat seperti apa meriahnya aneka hiburan atau pesta-pora saat pergantian tahun di masa normal dulu. Mulai dari pesta meriah di kawasan hiburan di kota-kota besar, kerumunan di tempat wisata kebun dan pantai, pesta lokalan di gang dan pos ronda, hingga pesta unik di puncak pegunungan yang diperankan oleh sekelompok orang.
Bagi yang bertahan di rumah pun tak kalah seru. Hampir semua televisi nasional menayangkan acara-acara khusus sejak beberapa hari sebelum puncak pergantian tahun hingga berhari-hari setelah tahun baru. Mulai dari tayangan film-film khas bulan desember hingga gelaran aneka panggung hiburan yang disiarkan secara langsung.
Rasanya, saat malam tahun baru nggak 'apdol' kalau nggak kumpul-kumpul nan meriah. Ingat kah...?
Dan keseruan pun memuncak saat penunjuk jam tepat di angka 'nol-nol'. Byaarr... gemerlap kembang api dan aneka bunyi terompet merebak, bak dua sejoli yang tidak bisa dipisahkan, kompak tanpa dikomando. Gak peduli di rumah sebelah ada tetangga yang sakit 'jantungan'.
Keesokan harinya, berbagai jenis berita memilukan ramai dikabarkan media masa, mulai dari kecelakaan lalu lintas hingga warga yang luka akibat ribut-ribut saat pesta. Petugas kebersihan pun jadi super sibuk harus ngangkut sampah yang dimuntahkan para tersangka hanya dalam waktu sehari semalam.
Belum lagi aneka kemeriahan pesta-pora negara-negara kaya raya yang bikin mulut menganga. Cara pestanya yang gak kepalang tanggung bikin hati bangsa negara berkembang jadi 'mengkeret'.
Untung saja saat itu budaya serba online belum begitu gencar seperti sekarang. Budaya pesta bangsa-bangsa dunia saat itu hanya bisa disaksikan lewat siaran televisi dan koran harian.