Lihat ke Halaman Asli

Eni Nur Husniyati

Pengajar/Pendidik/Guru

Kerusakan Lingkungan dan Pentingnya Eko-Teologi

Diperbarui: 22 November 2023   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PENTINGNYA EKO-TEOLOGI

Oleh ENI NUR HUSNIYATI

Kepala SDIT Nurul Akbar, Klaten, Jawa Tengah

Polusi udara dan cuaca panasa ekstrem masih menghantui sebagian wilayah Indonesia. Bulan November yang seharusnya sudah memasuki musim penghujan pun belum menunjukkan tanda-tanda aktivitas hujan yang diharapkan. Masalah lain, pengelolaan sampah juga masih merupakan PR bagi banyak kota. Kesadaran warga masyarakat untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan masih sangat kurang.

Tidak heran jika Environmental Performance Index (EPI) 2022 menempatkan Indonesia pada peringkat 164 dari 180 negara yang diteliti. Tahun 2023 boleh jadi peringkat Indonesia makin turun mengingat polusi udara Jakarta yang masuk dalam kategori terburuk dan berbahaya serta pengelolaan sampah yang makin karut-marut di beberapa kota, sebut saja misalnya Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta.

Tiga Pilar 

EPI mengukur tingkat keberlanjutan, kesehatan, dan kelestarian negara-negara yang ditelitinya melalui puluhan indikator. Dari puluhan indikator tersebut, bisa dirangkum adanya tiga pilar utama yang menyangga keberlanjutan linkungan hidup. Yang pertama adalah kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan meliputi kualitas udara, pencemaran air, kualitas pengolahan limbah, termasuk di dalamnya pengolahan sampah. Kedua, iklim. Dalam iklim ini mencakup kebijakan iklim, emisi gas rumah kaca, dan perilaku warga yang bisa memengaruhi keberlangsungan iklim. Dan ketiga adalah daya hidup ekosistem yang meliputi: kualitas biodiversitas, keberlanjutan perikanan, pertanian, sumber daya air, dan sebagainya.

Data yang digunakan EPI berasal dari organisasi internasional, lembaga penelitian, akademisi, dan lembaga pemerintah. Data-data yang diperoleh kemudian diaudit oleh pihak ketiga yang bekerja secara independen. EPI kemudian mengolah data-data terkait indikator di atas ke dalam skor berskala 0 sampai 100. Makin tinggi angkanya, keberlanjutan lingkungannya dianggap semakin baik, begitu pula sebaliknya.

Dari beragam indikator tersebut, Indonesia hanya mendapatkan skor 28,2 dari 100 dan menempatkan Indonesia pada peringkat 164 dari 180 negara. Baik di tingkat Asia Pasifik maupun ASEAN, Indonesia masuk pada posisi bawah, yaitu, peringkat 22 dari 25 negara Asia Pasifik, dan peringkat 8 dari 10 negara ASEAN.

Skor tinggi dan rendah diberikan berdasarkan upaya tiap-tiap Negara untuk melestarikan kelangsungan lingkungan hidup di wilayah masing-masing. Skor yang rendah diterima oleh negara-negara yang lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan upaya untuk melestarikan lingkungan. Di Indonesia, fenomena ini tampak sangat jelas pada kerusakan lingkungan di wilayah-wilayah pertambangan di luar Jawa dan pusat-pusat industri di Jawa.

Sedangkan skor tinggi diraih negara-negara yang memiliki komitmen kinerja serta investasi jangka panjang dalam melestarikan keragaman hayati, memelihara sumber daya alam, dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Negara-negara dengan skor tinggi memiliki program yang dipikirkan matang-matang untuk melindungi kesehatan masyarakat, untuk melestarikan sumber daya alam, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline