Lihat ke Halaman Asli

Enina DeviantiFarid

mahasiswi teknik elektro universitas airlangga

Pro Kontra PLTSA (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) Solusi Pembawa Bencana?

Diperbarui: 15 Mei 2023   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony


Saat ini dunia sedang krisis sumberdaya energi untuk memenuhi kebutuhan manusia setiap hari. Salah satu contohnya untuk memenuhi kebutuhan listrik. Bahan utama untuk dapat memproduksi listrik adalah batu bara, minyak bumi dan gas alam. Selama ini Indonesia bergantung pada tiga sumberdaya alam yang tidak terbarui tersebut. Karena persediaan di alam semakin menipis, berbagai usaha pun dilakukan untuk mengembangkan EBT (Energi Baru Terbarukan) mulai dari PLTA, PLTS dan lain sebagainya.

Dan baru baru ini ada Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau yang biasa disebut PLTSA. Mereka mengolah sampah anorganik dengan dengan proses termal uap supercritical steam. Secara sederhana proses termal bisa disebut juga dengan proses pembakaran untuk menghasilkan uap yang digunakan untuk memutar turbin penghasil listrik.

Dan dari hasil perhitungan PLTSA ini mampu menghasilkan 731,3 kW listrik untuk setiap 100 ton sampah yang diolah. Dalam operasionalnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat PLTSA akan mengolah 1000 ton sampah setiap harinya. Pembangunan PLTSA menjadi salah satu cara untuk menanggulangi masalah sampah di Indonesia dengan mengubahnya jadi energi terbarukan. Dengan begitu PLTSA ini digadang-gadang menjadi solusi dia permasalahan besar yang ada di Indonesia yaitu tentang pengelolaan sampah dan juga krisis sumberdaya energi.

Karena dirancang memberikan dampak positif bagi masyarakat luas juga lingkungan kedepannya, Pengembangan PLTSA diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Sampah Menjadi Energi. Pemerintah menargetkan  membangun PLTSA di 12 kota: DKI Jakarta, Denpasar, Bandung, Makassar, Tangerang, Solo, Semarang, Palembang, Manado, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Surabaya.

Meskipun dapat mengurangi penumpukan sampah secara signifikan dan menghasilkan energi listrik yang lumayan...

Benarkah PLTSA ini berdampak baik untuk kehidupan berkelanjutan????

Dalam prosesnya PLTSA masih menggunakan proses pembakaran. Menghilangkan sampah dengan membakarnya, tentu itu tindakan yang kurang tepat. Masalah sampah dan listrik terselesaikan tapi masalah lain muncul. Salah satunya kesehatan. Pembakaran sampah menghasilkan gas beracun yang mengandung karbon dioksida, dioksin, sulfur, nitrogen, furan, dan asam klorida. Polusi udara akibat pembakaran sampah tentunya akan berdampak buruk pada kesehatan manusia.

Hal tersebut membuat banyak masyarakat menolak pembangunan PLTSA. Masyarakat merasa ini adalah solusi semu yang hanya menyelesaikan satu masalah, tapi menimbulkan banyak masalah baru lainnya. Terutama bagi warga yang tinggal di sekitar PLTSA, mereka akan terdampak langsung pencemaran udara yang merusak kesehatan.

Selain itu ternyata harga jual listrik hasil dari PLTSA ini tergolong mahal. Hal ini disebabkan faktor investasi yang lebih besar serta teknologi pembangkitnya lebih mahal dari pembangkit energi lainnya.

Jadi PLTSA ini terkesan seperti proyek yang belum siap masuk kedalam industri. Dimana ia mampu menyelesaikan masalah sampah dan listrik tapi juga membuat masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Ditambah dengan harga listriknya yang ternyata tidak ramah dikantong masyarakat Indonesia. Tentu ini menjadi PR bagi kita semua untuk terus mengembangkan nya menjadi lebih baik.

Penulis : Enina Devianti Farid mahasiswi Teknik Elektro Universitas Airlangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline