Lihat ke Halaman Asli

Enik Rusmiati

TERVERIFIKASI

Guru

Layani dengan Senyum, Maaf, dan Terima Kasih

Diperbarui: 7 September 2019   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memilih profesi pekerjaan yang harus melayani konsumen memang harus benar-benar berhati lapang. Harus siap menerima komentar baik itu pujian atau kritikan. Bila itu pujian pasti buat hati kita berbunga-bunga bahagia. Namun bila itu komplain yang berlebihan yang mendarat, hemmm..tidak jarang juga bikin telinga ini panas.

Kebetulan suami saya punya usaha dagang yang setiap hari harus melayani konsumen. Pernah suatu hari ada pembeli barang berupa mainan anak-anak, sampai di rumah ternyata tidak bisa dipakai. Padahal menurut karyawan,  ketika dicoba di toko tadi semua baik-baik saja. Menurut karyawan ada kemungkinan barang tersebut salah pemakaian oleh si anak. Namun karena ketidaktahuan orang tua maka kesalahan di limpahkan ke pihak toko.

Konsumen komplain agar barang bisa di tukar dengan yang baru. Sementara karyawan saya merasa sudah menjalankan tugasnya dengan benar. Ujung-ujungnya timbullah adu pendapat dengan pembenaran masing-masing. Lalu, tindakan apa yang paling tepat untuk atasi protes pelanggan tersebut?

Berikan Senyuman Termanis dan Tulus
Bila kita masuk ke sebuah swalayan, sering kita diterima oleh karyawan dengan senyum dan sapa yang ramah. Entah itu dipaksa atau sukarela, yang jelas faktanya mereka itu telah menyapa kita dengan bahagia. Meski terkadang sapaan itu tidak mendapat respon yang baik, namun mereka tetap saja menyapa dengan senyuman.

Siapapun orangnya, baik sedang dalam keadaan sakit hati atau sedang bahagia pasti senang mendapat senyuman. Pasti bangga bila diperlakukan dengan ramah. Pasti merasa dihormati bila disapa dengan santun.

Kenyataanya, dalam praktik kehidupan sehari-hari sulit menerapkanya. Hal mudah, namun sering kita abaikan bila menghadapi orang lain. Apalagi yang dihadapi itu orang yang tidak sejalan dengan keinginan hati kita. Padahal menurut para ahli tersenyum itu bisa meningkatkan hormon dopamin, endorfin dan sorotonin yang menimbulkan kebahagiaan.

Nah, alangkah indahnya bila para industrialis atau agen-agen pelayanan menerapkan konsep senyum menawan kepada seluruh karyawanya bila menghadapi para konsumen, selalu menyapa pelanggan dengan senyuman yang tulus, tanpa bergantung apakah senyuman itu akan dibalas dengan manis atau bahkan dilempari pelototan. Tetap saja tersenyum, karena senyum ihlas itu tidak menuntut balas apapun.

Senantiasa Katakan Maaf dengan Ihlas
Meski terlihat sederhana, namun ucapan, "Mohon maaf, atas pelayanan kami, apa yang bisa saya bantu?"  Ini tidak semudah pesan yang didengar di ceramah-ceramah motivasi dan teori di buku-buku, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari sebagai agen atau usaha pelayanan.

Seringkali permintaan maaf itu identik dengan mempertahankan harga diri. Lalu, harga diri yang mana? Justru dengan meminta maaf terlebih dulu itulah, derajat dan harga diri kita lebih tinggi di pandangan Tuhan.

Masih banyak orang beranggapan kalau minta maaf itu merupakan pengakuan bahwa kitalah yang telah melakukan kesalahan. Dengan meminta maaf berarti mengakui bahwa orang yang kita hadapi itu lah yang benar.

Padahal dalam ajaran agama meminta maaf itu sebuah kewajiban. Karena dengan mendapatkan maaf dari sesama, baru akan mendapat ampunan dari Tuhan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline