Lihat ke Halaman Asli

Bahasa Perut

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Makan untuk hidup atau hidup untuk makan. Istilah ini sering terdengar. Setiap orang sudah pasti akan bisa membedakan. Makan untuk hidup bisa diartikan mencari apa-apa yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Ia tidak tersibukan dengan hal-hal yang berlebihan. Hidup untuk makan merupakan kebalikanya. Dalam segala hidupnya digunakan hanya untuk memuaskan perut ini. Bisa dikatakan berlebihan.

Beda memang beda, bagai langit dan bumi. Keterbalikan dalam teori ini terkadang terlupakan dalam praktek kehidupannya. Bahkan sulit sekali membedakan hal itu. Ada hal yang menghalangi dan menutupi untuk membedakan itu yaitu kebutuhan. Mungkin karena pakar ekonomi merumuskan kebutuhan tidak akan dapat dibatasi.

Siapa yang mempunyai uang maka ia lah yang berkuasa. Akhirnya statment ini menjadi kesimpulanya. Karena merakalah yang memahami bahasa perut. Dalam pemilihan lurah misalnya. Sebaik-baiknya calon akan lebih mudah terkalahkan hanya dengan plastik kresek berisi bahan pokok makanan dan amplop kecil yang diselipkan. Begitu juga dalam pemilihan pemimpin daerah, sudah menjadi rahasia umum bahwa yang mengadakan serangan fajar akan diprediksi menang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline