Hari Raya Idul Fitri atau kita sering menyebutnya Lebaran adalah momen yang spesial dan paling ditunggu oleh kaum Muslim dunia, termasuk Indonesia.
Momen spesial ini biasanya digunakan untuk bersilaturahmi, berkumpul dengan keluarga. Baik keluarga yang dekat, maupun yang jauh. Bahkan momen ini akan lebih spesial dengan hadirnya anggota keluarga baru.
Indonesia dengan beragam suku bangsa dan budayanya memiliki tradisi yang berbeda-beda dalam merayakan lebaran.
Di pulau Jawa, khususnya Jawa tengah ada tradisi khusus dimana keluarga berkumpul untuk saling memaafkan dan saling mendoakan. Tradisi ini saya bilang khusus karena suasananya spesial. Tradisi ini dinamakan sungkeman.
Saya yang bukan asli Jawa Tengah, pertama kalinya menyaksikan dan mengalami langsung prosesi sungkeman. Sungkeman yang pada tahun 1930 sempat membuat Ir. Soekarno nyaris ditangkap Belanda ini memiliki makna tersendiri. Suasana yang penuh haru dan bahagia itu selalu melekat dalam ingatan.
Sungkeman dilakukan setelah menunaikan Shalat Ied. Semua keluarga berkumpul di rumah orang tua. Saya yang merupakan anggota keluarga baru disambut dengan hangat. Dimulai dari anak yang paling tua bergantian sampai ke anak ragil, yang paling muda, duduk berhadap-hadapan bersimpuh. Dengan tangan diapit, kepala menunduk nyaris menyentuh pangkuan orang tua, lalu mengucapkan kata maaf dan mohon do’a restu. Tentu dengan bahasa Jawa Krama yang saya ga paham. Setelah itu, sambil mengusap kepala atau pundak, orang tua akan memanjatkan do’a-do’a untuk anaknya.
Tidak hanya kepada orang tua, sungkem juga dilakukan kepada saudara yang lebih tua, caranya pun sama. Bahkan sungkem di hari lebaran juga dilakukan kepada orang-orang tua yang ada di kampung. Saya pun ikut serta diajak keliling kampung untuk bersilaturahmi saling memaafkan. Saya yang tidak bisa berbahasa Jawa tentu akan bingung, istri lah yang terpaksa jadi penerjemah.
Ada nilai-nilai positif yang diajarkan orang tua melalui tradisi sungkeman. Kedekatan orang tua dengan anak-anaknya itulah yang saya rasakan. Tidak hanya berdekatan secara fisik, tetapi ada semacam keterikatan batin, cinta kasih dan saling menghormati.
Dengan sikap merendah di hadapan orang tua, serta ucapan permohonan maaf dan meminta do’a restu, maka itu berarti diri ini rendah, tidak ada yang patut dibanggakan. Adanya kita, sukses kita di dunia, tidak lepas dari peran orang tua selama ini.
Kemudian, do’a yang terucap dari bibir orang tua, akan membuat suasana hati lega, damai dan bahagia. Tak terasa air mata pun bercucuran.