Lihat ke Halaman Asli

RTRW Karawang Antara Ekspektasi dan Keraguan II

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seribu satu pandangan yang terlepas pada titik raperda RTRW Karawang perlahan berhasil membentuk berbagai varian bangun antara lain tuduhan, keprihatinan, kritik tajam, ekspektasi, psimistik dan mitos. Namun hampir dapat dipastikan dari keseluruhan bangun tersebut terpusat pada suatu diskursus simplistik yaitu “TANAH”. Tanah dalam hal ini adalah perkara lain dari alih fungsi/konversi yang meliputi dua aspek pokok yaitu tentang ancaman masa depan pertanian (kedaulatan pangan lebih spesifiknya lagi) dan aspek degradasi lingkungan yang meniscayakan hadirnya bencana berkepanjangan. Secara umum analisa berbagai kalangan mengenai dampak dari rencana global penataan ruang masih bersifat ambivalen. Pada satu sisi, kritik terhadap draft raperda tersebut begitu tajam namun pada sisi yang bebeda dilakukan elaborasi literatur atas esensi tata ruang itu sendiri. Dengan kata lain solusi alternasi belum secara konkrit mengejawantah. Oleh sebab itu penting kiranya melakukan pembedahan atas kenyataan (realitas) dari sebuah rencana besar pembangunan. Hal ini dimaksudkan agar konstruksi pikiran kita tidak linear terbatas pada subyek impulsi. Sementara kita yakini bahwa pada dasarnya ide atau pikiran berasal dari materi atau kenyataan. Karena jikalau simpul-simpul pihak dalam rangka menyikapi RTRW tidak bergerak simultan atau berlandaskan pada analisis ilmiah maka tidak mungkin tidak isu besar RTRW akan memberikan ilustrasi perspektif struktural yang menyublim sehingga terus menerus menyajikan kemajemukan orientasi nilai yang justru akan mereversal keagungan cita-cita kemanusiaan yang bersegi hari depan.

Rencana tata ruang yang saat ini tengah dalam pembahasan bukanlah perkara gampang untuk kita katakan ya atau tidak, kita simpulkan baik atau buruk dan kita asumsikan relevan atau destruktif, apa lagi jika menarik kesimpulkan singular bahwa draft RTRW mengesensikan pembangunan ruang oleh komponen prasarana yang mengabkibatkan berkurangnya lahan pertanian teknis.

Namun walaupun demikian massifnya respon atas isu RTRW merupakan materi baru di Karawang yang, tentu saja mengandung makna tersendiri tentang sesuatu hal yang patut dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan dalam hal ini ialah pemerintah dan DPRD.

Belakangan ini beredar kabar tentang dokumen (blue print) dari Bappenas yang diterima pemerintahan kabupaten Karawang terkait rencana tata ruang sehingga diketahui bahwa draft tersebut merupakan salah satu dari 4 pesanan raperda dari pemerintahan pusat yang harus diselesaikan tahun ini. Fenomena ini bukanlah hal baru dan asing dalam tata pemerintahan melainkan sudah menjadi skema umum bagi pemerintah yang selalu mengandalkan peran modal swasta dalam pembangunan dan akhirnya pemerintah menekuk lutut dihadapan kehendak bisnis swasta. Disinilah titik penting analisa kita dalam menyongsong pembangunan dengan menyikapi raperda RTRW, yakni dominasi peran modal swasta dalam draft tersebut yang menjadi bagian sistemik dari kapitalisme.

KAPITALISME

Dalam pengertian sederhana, kapitalisme berasal dari kata capital yang berarti modal, yang dimaksud modal adalah alat produksi seperti tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang. Secara ekonomis maka perkembangan tidak akan pernah bisa lepas Dari sang maestro, Bapak kapitalisme yaitu Adam Smith dimana ia mengemukakan 5 teori dasar dari kapitalisme (i) Pengakuan hak milik pribadi tanpa batas – batas tertentu. (ii) Pengakuan hak pribadi untuk melakukan kegiatan ekonomi demi meningkatkan status sosial ekonomi. (iii) Pengakuan adanya motivasi ekonomi dalam bentuk semangat meraih keuntungan semaksimal mungkin. (iv) Kebebasan melakukan kompetisi. (v) Mengakui hukum ekonomi pasar bebas/mekanisme pasar.

Disamping itu terdapat tiga hal yang menjadi pola sifat dan watak dasar kapitalisme, tiga hal tersebut yang melandasi adanya penindasan yang terjadi dari sejak munculnya kapitalisme sampai praktek kapitalisme yang terjadi detik ini. Tiga hal tersebut adalah eksploitasi, akumulasi dan ekspansi. Kesatuan sistem ini kemudian menegaskan satu konsepsi materialis tentang sejarah dimulai dari proposisi bahwa produksi kebutuhan-kebutuhan untuk mendukung kehidupan manusia dan, di samping produksi, pertukaran barang-barang yang diproduksi, merupakan dasar dari semua struktur masyarakat; (Ted Sparingga : 2010)

Pada konteks Karawang yang merupakan bagian dari kesatuan negara Republik Indonesia, tentu saja tak bisa dilepaskan dari skema operasi kapitalisme yang telah lama merasuki kehidupan masyarakat dari setiap lini baik itu ekonomi, politik, sosial maupun budaya. Jika kapitalisme merupakan sebuah kesatuan sistem global pada fase sejarah perkembangan masyarakat, maka indonesia sebagai negara dunia ketiga merupakan pelimpahan dari ekspansi modal sebagai mana watak dasar kapitalisme tersebut di atas maka operasional sistem kapitalisme baik dari segi produksi maupun pasar bukan merupakan hasil perkembangan kemajuan masyarakat dalam perspektif ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu sarat bagi kemajuan-kemajuan tenaga produktif.

Sistem kapitalisme yang terselenggara di kabupaten ini (ditegaskan bukan hanya oleh hasil produksi melainkan kehadiran pertentangan kedua kelas fundamental) sejak masuknya industrialisasi dan terbangunnya infrastruktur penunjang distribusi barang produksi yang ditandai oleh Keputusan Presiden Nomor 53/1989 tentang Pengembangan Kawasan Industri, boleh kita akui telah banyak mengubah wajah Karawang. Bukan saja pada visualisasi atas bangun ruang dan segala barang produksi, kapitalisme juga telah mengubah mindset masyarakat Karawang ke arah yang individualistik dan konsumtif. Seiring perjalanan waktu selama kurang lebih 2 dasawarsa terakhir ini nampak jelas perubahan-perubahan ekonomi yang terjadi baik di desa maupun kota.

Pada analisa yang paling sederhana yaitu dengan dijumpainya fakta pertumbuhan ekonomi perkotaan yang di indikatori oleh kemampuan daya beli guna pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, hingga pada level kebutuhan sandang (tempat tinggal). Namun demikian, kemajuaan-kemajuan tersebut tidak sepenuhnya dirasakan oleh seluruh masyarakat kota.

Lain hal dengan kondisi desa yang juga dibanyak tempat nampak mengalami kemajuan namun tidak terdorong oleh keberadaan investasi di kota secara langsung. Gerak pertumbuhan ekonomi desa secara umum dipengaruhi oleh sektor ekonomi pertanian, bahkan dijumpai fakta kesanggupan untuk memiliki tempat tinggal karena hasil bekerja di luar negeri menjadi PRT. Justru dalam beberapa hal ketahanan ekonomi desa terus di desak ke pinggir oleh pertumbuhan kota seperti fenomena pengurangan lahan pertanian yang selama ini masih menjadi andalan basis produksi masyarakat desa. Statistik kuantitas produksi pun jelas mengalami terjun bebas. Walau begitu eksplisit, selama kurun waktu 2 dekade ini kemajuan-kemajuan sosial  terbentang dipelupuk mata mengiringi pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan, namun selama itu pula dampak negatif dari bekerjanya sistim industrialisasi diperkotaan menyertainya. Dampak paling hebat yang mencolok mata adalah kehancuran lingkungan terjadi dimana-mana menyebabkan holokous yang kian waktu kian mengerikan dan mengancam masa depan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline