Lihat ke Halaman Asli

Enggar Murdiasih

Ibu Rumah Tangga

Luka Waktu ~ 2

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pertama kali aku mengenal Ary saat masih duduk di bangku SMA. Waktu itu dia menubrukku di tempat parkir toko buku saat terburu buru menuruni tangga.

“Maaf…maaf….” Tergesa gesa dikumpulkannya bukuku yang berserakan, lalu mengulurkannya padaku.

Sambil tersenyum jenaka, ia mengajakku bersalaman.“Ary” matanya yang teduh menatapku, menunggu jawabanku.

Sebagai anak tunggal, sebenarnya aku sangat merindukan punya teman di rumah yang selalu sepi. Ayah lebih sering keluar kota, sementara ibu sibuk dengan teman teman bisnisnya.

Kehadiran Ary mampu mengisi kekosongan dan kerinduanku pada seorang saudara yang tak kupunya. Sikapnya yang tegas, sangat melindungi dan memanjakanku membuatku sering bertanya tanya. Ada debar debar aneh yang menyelusup ke hatiku saat Ary menggandengku. Wajahku terasa panas bila dia sengaja menatapku berlama lama, hingga aku tak berani menentang pandangan itu.

Inikah yang dinamakan cinta? Aah, aku tak berani menduga duga. Selama ini Ary tak pernah mengutarakan isi hatinya padaku.

“Ambar….. ada sesuatu yang pengin aku katakan. Boleh?” katanya tiba tiba.

Malam itu kami baru saja pulang dari toko buku. Aku mengangguk. Deg. Debar di dadaku seperti seribu genderang ditabuh bersamaan. Mukaku terasa panas, dan aku mengangguk tanpa bisa kucegah lagi.

Jadilah, malam itu kami berdua resmi pacaran.

*****

Umurku belum genap 17 tahun, masih terlalu muda untuk mengerti. Ary ternyata tak sebaik dan selembut yang nampak di tingkah lakunya. Selama ini aku memandang dunia dengan mata luguku, menganggap bahwa semua orang sejujur dan selugu diriku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline