Lihat ke Halaman Asli

EnggarPuja

Mahasiswa

Pendidikan di Indonesia, antara Kewajiban atau Passion

Diperbarui: 2 Desember 2024   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa. Sebagai instrumen penting dalam pembangunan manusia, pendidikan memiliki peran strategis untuk menciptakan generasi yang mampu bersaing di tingkat global. Namun, meskipun memiliki potensi besar, sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan mendasar yang menyebabkan stagnasi kualitas. Berdasarkan data Programme for International Student Assessment (PISA) 2018, Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 77 negara dalam hal kemampuan membaca, matematika, dan sain

Salah satu akar permasalahannya adalah sistem pendidikan yang lebih menekankan hasil akhir seperti nilai ujian dan kelulusan, alih-alih mengembangkan passion dan rasa cinta belajar. Sistem ini membuat siswa merasa belajar hanya sebagai kewajiban, bukan kebutuhan atau proses yang menyenangkan.Akibatnya, banyak siswa kehilangan motivasi untuk belajar secara mandiri

Selain itu, kualitas tenaga pendidik menjadi faktor krusial. Laporan Balitbang Depdiknas menunjukkan bahwa sebagian besar guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi yang sesuai. Guru sering kali mengajar hanya untuk memenuhi kewajiban tanpa memiliki passion yang mendalam terhadap profesinya. Hal ini tidak hanya memengaruhi proses pembelajaran, tetapi juga membentuk sikap siswa terhadap pendidikan

Pendidikan di Indonesia seringkali terjebak dalam rutinitas tanpa makna. Dari bangku sekolah dasar (SD), siswa cenderung diajarkan untuk memenuhi tugas-tugas tanpa mengembangkan kecintaan pada proses belajar. Di sisi lain, banyak guru yang menjalankan profesinya sekadar sebagai kewajiban, tanpa gairah (passion) mengajar. Kondisi ini melahirkan sistem yang stagnan, di mana pendidikan tidak memberikan dampak maksimal dalam membentuk generasi yang kompeten dan inovatif.

Otak seorang Siswa sekolah dasar masih dalam proses pengembangan, masih seperti sebuah Kanvas Putih, disinilah peran Guru sangat penting dalam Menciptakan sebuah karya dari Kanvas Tersebut, Guru seharusnya memberikan sebuah pendidikan secara nyata, Pendidikan secara langsung, mengenalkan kehidupan disekitar melalui permainan-permainan yang dapat meningkatkan kreatifitas siswa dan dapat menumbuhkan kecintaanya terhadap Yang namanya Belajar, serta sebuah Pendidikan Yang dapat menghasilkan karya yang bernilai Tinggi

Namun Nyatanya di lapangan tidak begitu, Dari sekolah dasar siswa sudah di hantam oleh pendidikan yang hanya memfokuskan pada Yang NAMANYA NILAI/HASIL Pendidikan di Indonesia seringkali terjebak dalam rutinitas tanpa makna. Dari bangku sekolah dasar (SD), siswa cenderung diajarkan untuk memenuhi tugas-tugas tanpa mengembangkan kecintaan pada proses belajar. Di sisi lain, banyak guru yang menjalankan profesinya sekadar sebagai kewajiban, tanpa gairah (passion) mengajar. Kondisi ini melahirkan sistem yang stagnan, di mana pendidikan tidak memberikan dampak maksimal dalam membentuk generasi yang kompeten dan inovatif.

Sistem yang bobrok ini harus segera di tangani, dibutuhkan peran Pemerintah, Guru, serta Orang. Untuk pemerintah harus lebih ketat lagi dalam penerimaan/seleksi pada calon guru, bukan hanya AKADEMIK SAJA YANG DI UTAMKAN, TAPI BAGAIMANA MEREKA AKAN BERKOMITMEN KEDEPANYA UNTUK MENJADIKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA INI MENJADI LEBIH BAIK LAGI dan Bagaimana mereka dapat membentuk sebuah passion belajar dalam anak didik mereka, Peran Guru pun begitu APA ESENSI MENJADI GURU KALAU TIDAK MEMPUNYAI PASSION DI DALAMNYA?, APAKAH HANYA MENGEJAR SEBUAH STATUS SAJA ATAU HANYA MENJALANKAN KEWAJIBAN SAJA? Bagaimana nasib pendidikan kita kedepanya jika kalau SISTEM DAN ORANGNYA MASIH SEPERTI INI?

Akar Masalah: Sistem dan Sikap Ada dua akar permasalahan utama:

  • Budaya Pendidikan yang Kaku Dari jenjang SD, siswa dididik untuk hanya menyelesaikan tugas tanpa pemahaman mendalam. Mereka tidak diajarkan untuk mencintai belajar, sehingga motivasi intrinsik untuk belajar hilang. Hal ini diperparah oleh pendekatan guru yang cenderung monoton, tanpa inovasi atau adaptasi terhadap kebutuhan individu siswa.
  • Krisis Passion di Kalangan Guru Banyak guru memilih profesi ini bukan karena panggilan hati, melainkan karena tekanan ekonomi atau alasan praktis. Akibatnya, mereka mengajar tanpa antusiasme, yang berpengaruh langsung pada kualitas pembelajaran. Berdasarkan laporan Kemendikbudristek, hanya sebagian kecil guru yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kualitas mengajar, meskipun program seperti Merdeka Mengajar sudah diluncurkan.

Pentingnya Membangun Passion 

Untuk mendorong perubahan, pendidikan harus dirancang untuk menumbuhkan passion, baik bagi siswa maupun guru

  • Membangun Kecintaan Belajar Sejak Dini:Kurikulum perlu mengintegrasikan pembelajaran berbasis minat dan proyek. Program seperti Kurikulum Merdeka sudah mulai mengarah ke sana, dengan mengurangi materi wajib hingga 40% dan fokus pada kegiatan berbasis proyek. Namun, implementasi program ini perlu diperluas dan dioptimalkan.
  • Menciptakan Guru yang Terinspirasi:Pemerintah harus memperbaiki sistem pelatihan guru agar lebih praktis dan relevan. Guru perlu dilatih untuk memahami bahwa mengajar adalah seni, bukan sekadar rutinitas. Program seperti Merdeka Mengajar bisa menjadi langkah awal, tetapi harus diiringi insentif untuk mendorong partisipasi aktif para guru

BAGAIMANA SEHARUSNYA PENDIDIKAN ITU?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline