Kebudayaan biasanya dikembangkan dan dimiliki oleh masyarakat umum yang mau menerima kebiasaan yang diturunkan oleh para pendahulu dan sepakat untuk melestarikan budaya tersebut. Dalam tradisi masyarakat Jawa memiliki makna historis, nilai-nilai pandangan hidup yang disimbolkan, dan perwujudan syukur pada Tuhan yang tidak lepas dari landasan agama Islam.
Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh rahmat. Semua orang berlomba-lomba beribadah untuk mengumpulkan pahala yang berlipat ganda. Tradisi masyarakat Jawa untuk menyambut bulan Ramadhan masih dilakukan di beberapa daerah di Jawa. Tujuan dari serangkaian tradisi menjelang bulan Ramadhan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yaitu agar masyarakat menjalani ibadah puasa dengan hati yang bersih, nyaman dan sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat yang jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan atau kegiatannya.
Beberapa tradisi ketika menjelang bulan Ramadhan yang dilakukan masyarakat Jawa di Klaten :
1. Ruwahan atau Nyadran
Ruwahan yang berasal dari kata ruwah memiliki arti "arwah". Tradisi ini dilakukan 10 hari sebelum bulan puasa yang dilakukan dengan sistem penanggalan peredaran bulan seperti penanggalan islam yang menggunakan peredaran bulan. Tradisi ini merupakan tradisi wajib religi terhadap keluarga atau leluhur. Tradisi ruwahan sebagai saran pengiriman doa untuk arwah leluhur yang dimintakan pengampunan dosa oleh kerabat yang masih hidup. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh kelompok masyarakat yang dipimpin oleh tetua desa setempat.
2. Besik
Besik merupakan kegiatan bersih-bersih makam dari rerumputan dan kotoran secara bersama-sama yang dilakukan 15 hari sampai 5 hari sebelum menjelang bulan ramadhan. Biasanya para warga bermusyawarah untuk menyepakati waktu besik. Setelah datang waktu yang disepakati para masyarakat bersama-sama membersihkan makam dan sekitar makam.
3. Kenduri
Kenduri dilakukan oleh tetangga sekitar rumah dan kerabat yang berkumpul di tempat tokoh masyarakat dengan membawa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur, perkedel, tempe, kolak, ketan, apem, lalu dilanjutkan dengan membaca ayat Al-Quran, zikir, tahlil. Tradisi ini memiliki banyak simbol filosofi. Kolak memiliki arti supaya masyarakat mendapat barokah yang baik. Ketan memiliki arti merekatkan persaudaraan atau bermasyarakat. Apem memiliki arti permintaan maaf atau saling memanfaatkan dalam menyambut bulan Ramadhan.
4. Padusan
Padusan merupakan tradisi mandi besar menjelang 1 hari sebelum puasa yang dilakukan masyarakat Jawa untuk mensucikan diri dari dosa yang pernah dilakukan. Tradisi ini bertujuan untuk menghilangkan hadast besar dan kecil yang bisa dilakukan dimana saja dengan syarat tempat yang digunakan bebas dari najis.
Tradisi di atas sudah melekat pada masyarakat di daerah Jawa terutama di Klaten, Jawa Tengah. Kegiatan di atas tidak hanya sekedar untuk melestarikan kebudayaan tetapi juga untuk mendorong masyarakat melakukan dan menaati nilai-nilai dan tatanan sosial yang telah disepakati, sehingga memberikan motivasi dan nilai budi baik bagi seseorang yang mempercayai dan mengaplikasikannya. Tradisi yang dilakukan memuat simbol-simbol suci melalui serangkaian ritual.
Tradisi ini berasal dari tradisi Hindu-Budha yang diselaraskan oleh para Walisongo pada abad ke-15. Para wali tidak menghapuskan adatnya tetapi mengisinya dengan ajaran islam seperti membaca Al-qur'an, tahlil, dan doa agar masyarakat memahami bahwa tradisi itu memiliki hubungan antara pendahulu, manusia, dan Tuhan. Yang pastinya supaya masyarakat pada saat itu menerima keberadaaan agama Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H