Lihat ke Halaman Asli

Aku Bukanlah Pencela Cerita Yang Harus Percaya Kata Mereka

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

AKU BUKANLAH PENCELA CERITA YANG HARUS PERCYA KATA MEREKA
tanggal 28-04-2015 ketika senja mulai menhmpit kecerahan hari ini. Dengan gaya khas yang seperti biasa aku menyusuri lorong kelas lantai di KAMPUS IBUM. seorang memanggilkuu dan dengan senyum kusapa sahabatku itu. "saya tau pacar kamu sekarang" cetusnya. hanya bisa tersenyum mendengar perbicangan awal itu. " engel, semua tentang dia dan bagaimana dia, saya tahu semua". sahutnya lagi. " apa yang kamu ketahui tentang dia?" kataku. "engel, jika saya menceritakan dia kamu pasti marah, saya tidak tahu bagaimana hubunganmu selanjutnya".imbuhnya. darah mengalir sekian derasnya dan serasa seluruh tubuhku sperti selasai tercebur di kolam ES. instingku menyikapi semua atas kelanjutan dari percakapan bersama sahabatku itu. " engel, bagaimana pun juga dia adalah Ibu dari semuanya yang kamu miliki kelak, saya sangat minta maaf engel tidak pernah mengajari memilih karena saya juga tidak tahu soal dia. siapa dia? dia dari mana? sekolah dimna dulu. sekali lagi maaf saya tidak melihat itu kemarin." ( dengan kerutan) katanya. nada lirih dengan kerutan mengitari ddahinya membuatku merasa bersalah pada sahabatku itu.hembusan nafas panjang itu yang aku lakukan mendengar ceritanya. celotehan atau percakapan sinkat itu semakin kaku untuk berdiri. ku termenung kembali dan membayangi bagaimana sebenarnya tentang dia meskipun bagiku sekarang dia adalah partner abadiku dan tak kuingkari janji yang kubuat karena memberikan harapan pada seseorang yang kita cintai akan memberikan hidup atau nafas baru bersama kita dan bagaimana meyakinkan kita adalah dirinya lain. masih bingung akan inti pembicaraan kami, aku pun memecahkan keheningan. "apakah dia dulu seperti yang sedang kami alami sekarang?". dengan nada datar yang kudengar, " iya, tetapi dia berjalan pada lintasan yang salah sebagai alternatifnya dulu." katanya dengan kepalag bungkuk dan tidak berani menatapku. pikiranku tak terarah membayangkan bagaimana dia melakukan itu dulu, dengan sekian hayalan akan kejadian seperti itu dalam benakku menimbulkan pertanyaan yang harus dijawab pacarku itu" seperti itukah dirinya, setegah itukah dia? sedangkal itu pemikiran seorang(..) ? pikrianku berkecamuk memikiran inti pembicaran tadi. aku tak lagi bergeming menjawab dan melanjutakan pembicaraan kami. sekarang aku hanya memikirkan hal-hal yang positif dengan dirinya. karena aku memiliki prinsip mencintai seseorang yaitu " TIDAK PEDULI APA KATA MEREKA ATAUPUN MANTANMU"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline