Penulis : Eneng Siti Khaerunnisa
Dianna Maila Rahmany
Dosen : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si.
Mahasiswi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Demokratisasi adalah proses kompleks yang melibatkan transformasi struktur politik, sosial, dan ekonomi dalam masyarakat. Proses ini memerlukan prosedur yang panjang dalam analisis sosiologi politik untuk memahami interaksi antara masyarakat dan kekuasaan, serta pengaruh faktor sosial terhadap perilaku politik. Keberhasilan demokratisasi dipengaruhi tidak hanya oleh institusi politik, tetapi juga oleh tingkat partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat adalah elemen kunci dalam demokrasi yang sehat. Melalui partisipasi, warga negara dapat menyuarakan pendapat, mengadvokasi kepentingan mereka, dan berkontribusi pada pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Namun, partisipasi tidak selalu bersifat merata; terdapat berbagai faktor yang memengaruhi seberapa besar masyarakat terlibat dalam proses demokratisasi. Faktor-faktor ini meliputi latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, budaya, serta pengalaman sejarah yang membentuk pola pikir dan sikap politik individu.
Di banyak negara berkembang, proses demokratisasi sering kali dihadapkan pada tantangan signifikan dimana terjebak dalam pola ketidakpuasan terhadap pemerintah atau elit politik yang dianggap tidak mewakili kepentingan mereka. Dalam situasi seperti ini, sosiologi politik membantu kita memahami bagaimana ketidakpuasan ini dapat memicu mobilisasi sosial dan gerakan protes yang berujung pada perubahan politik. Salah satu aspek penting dari perspektif sosiologi politik adalah pemahaman tentang identitas kolektif dan bagaimana hal ini memengaruhi partisipasi. Identitas etnis, agama, atau kelas sosial sering kali menjadi faktor penentu dalam cara individu berinteraksi dengan sistem politik.
Artikel ini menganalisis tantangan dalam demokratisasi dan merumuskan strategi untuk memperkuat argumen tersebut melalui pendekatan teori demokratisasi Carol C. Gould, yang mencakup tiga model: 1) Individualisme liberal, 2) Pluralis, dan 3) Sosialisme holistik. Gould menekankan pentingnya peran rakyat dalam menentukan kebijakan negara yang memengaruhi kehidupan mereka. Demokrasi yang efektif beroperasi berdasarkan kehendak rakyat, sementara partisipasi masyarakat mencakup aktivitas individu atau kelompok dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan berbagai metode, termasuk tindakan kekerasan jika diperlukan.
Dinamika Partisipasi Masyarakat
Sosiologi Politik mempelajari perkembangan masyarakat demokrasi, terutama hubungan antara negara dan masyarakat sipil. Partisipasi politik masyarakat, menurut Budiardjo, mencakup keterlibatan individu atau kelompok dalam aktivitas politik, seperti pemilihan pemimpin dan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu bentuk partisipasi ini adalah memberikan suara dalam pemilu. Tingkat partisipasi dapat dilihat dari jumlah orang yang memilih untuk golput, yang merupakan bentuk apatis terhadap proses pemilihan. Sikap golput sering disebabkan oleh keyakinan bahwa hasil pemilu tidak membawa perubahan yang signifikan. Fenomena golput juga terjadi di negara-negara dengan sistem demokrasi yang mapan, seperti Amerika Serikat, di mana pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya disebut no voting decision.
Dikutip dari buku "Dinamika Sistem Politik Indonesia" karya Dr. Yaya Mulyana Aziz, M.Si. dan Syarief Hidayat, S.Ip., M.Si. bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum (Prof. Marijan, 2013:113) merupakan salah satu contoh partisipasi politik di Indonesia yang mencerminkan nilai kebebasan, yaitu masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang diinginkan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam negara-negara demokratis partisipasi masyarakat tampak lebih baik. Tingginya tingkat partisipasi ini menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu.