Sudah beberapa bulan berlalu warga +62 sudah terbiasa mengantri dengan tertib demi mendapatkan 2 liter minyak goreng. bahkan prosesi antri migor mirip dengan saat pencoblosan, jari dicelup ke dalam tinta sebagai bukti telah ikut mengantri. Biasanya warga +62 jika mengatri saling dorong dan terbiasa memotong antrian. Sebenarnya masalahnya apa sih ? langka apa mahal ? Indonesia pada tingkat global mampu menyumbang pasokan CPO hingga 58%, sedangkan Malaysia hanya berkisar 26 persen. Sebagai produsen utama, Indonesia tidak mampu menentukan harga dan faktanya terdikte oleh fluktuasi harga eksternal. Meskipun begitu ekspor merupakan bagian terpenting dari tingginya produksi CPO dan sisanya baru untuk kebutuhan dalam negeri. Apalagi harga CPO saat ini sedang melambung, ekspor lebih menguntungkan daripada harus melepas ke pasar nasional.
Publik bukan hanya dibingungkan dengan menghilangnya minyak goreng di pasaran, tetapi juga sejumnlah komoditi lainnya seperti gula pasir, kedelai, daging sapi bahkan solar perlahan tapi pasti mulai lenyap di berbagai SPBU di daerah-daerah. bahkan yang membuat bingung lagi mantan presiden turut njlimet karena masyarakat senang sekali goreng menggoreng jika memasak, sampai-sampai sang mantan memberikan tips memasak tanpa minyak goreng seperti di rebus atau dikukus. Permasalahannya ibu mantan tidak tahu kebanyakan warga makan gorengan sebagai lauk. Disinilah letak pentingnya ketersediaan minyak goreng bagi warga.
Kebijakan demi kebijakkan menteri perdagangan dan pembahasan berulang-ulang bersama DPR tidak mampu melakukan stabilisasi harga minyak goreng di pasaran, perdebatan panjang di berbagai media hanya membuahkan rasa bingung pak menteri. pak menteri saja sudah bingung apalagi rakyat, lebih dari bingung. Negeri yang terkenal dengan gemah ripah loh jinawi seolah menjadi sebuah memory indah masa lalu. Ratusan anggota DPR, menteri perdagangan, satgas minyak goreng, lembaga perlindungan konsumen dan entah infrastruktur apalagi yang Indonesia punya, namun gagal dalam menyelesaikan satu saja komoditi pangan.
Agar pemerintah terlihat bekerja maka dilakukan operasi pasar, agar anggota DPR seperti bekerja segeralah mengadakan baksos bagi-bagi minyak goreng di daerah pemilihan. lalu setelah itu harga kembali melonjak mahal dan masyarakat kembali menanti operasi pasar dan baksos. Realitas inilah yang membuat bingung, mulai dari presiden hingga RT hanya mampu melakukan bagi-bagi paket sembako, baksos dan pasar murah. Tetapi tidak mampu membuat kebijakan yang mengikat dan mengendalikan pasar serta mekanisme yang ideal sehingga kebutuhan pokok dan mendasar bagi rakyat terpenuhi secara wajar. Kan jadi bingung, kalau urusan baksos atau bagi-bagi sembako biarlah para RT saja yang urus karena mereka lebih kenal dengan warganya jadi idak akan salah sasaran.
Publik masih hangat dengan kalimat sakti yang mengatakan pak presiden turun masalahpun selesai. Kini masalah semakin pelik dan dikhawatirkan kondisi kelangkaan pangan ini dapat memicu anarkisme rakyat. Rakyat sebagian besarnya ingin presiden segera mengatasi kelangkaan pangan, rakyat tidak bisa bertahan dalam kelaparan. Rakyat juga tidak merasa penting dengan aturan baru yang disampaikan presiden tentang dibolehkannya mudik dengan catatan sudah suntik vaksin booster, tetapi yang penting adalah minyak goreng ada, tempe tahu tersedia, cabai melimpah dengan harga murah, telur dan gula putih bawang merah dan putih melimpah dipasar, itu sudah cukup. Menyoal mudik booster ataupun tidak sudah tentu akan tetap mudik. Jadi pak meneteri tidak perlu bingung, Rakyat juga siap menanti aksi pak presiden, Turunkan harga minyak goreng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H