Inovasi dan gagasan kreativitas terus menjadi langkah penggerak dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor industri pangan. Begitu juga dengan mahasiswa mahasiswi Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Vokasi Undip yang selalu mengedepankan inovasi sebagai sumbangsih yang bisa bermanfaat untuk masyarakat seperti Fitria Arifina.
Fitria Arifina merupakan mahssiswi Prodi TRKI Angkatan 2020 yang biasa disapa Fitria menyampaikan modifikasi pati secara kimia telah banyak digunakan untuk mengenalkan dan menghasilkan sifat-sifat baru dari pati yang memungkinkan penggunaannya dalam berbagai aplikasi. Proses modifikasi seperti hidroksipropilasi akan meningkatkan kestabilan produk pada proses penyimpanan dalam keadaan dingin atau beku (cold storage stability). Padahal pada adonan beku roti, selama penyimpanan adonan dapat kehilangan kekuatan dan stabilitasnya yang berakibat menurunnya volume roti dan rendahnya kualitas roti. Oleh karenanya perlu penambahan pati termodifikasi, terutama hydroxypropylated starch.
Hydroxypropyl starch merupakan produk turunan starch yang memiliki peranan penting di berbagai Negara. Produksi hydroxypropyl starch, akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup pesat, bahkan mampu menguasai hingga 90% pasar starch dunia, jelas Fitria.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk memproduksi hydroxypropyl starch, mengingat bahan baku yang tersedia sangat berlimpah. Terbukti dengan luas areal perkebunan ubi kayu yang tersebar di seluruh Indonesia jumlahnya sangat besar, dan produksi tepung tapioka mencapai 3,9 juta ton/tahun. Akan tetapi, saat ini Indonesia masih mengimpor hydroxypropyl starch yang digunakan dalam industri makanan, sebagai aditif makanan yang dapat langsung ditambahkan, industri tekstil dan sebagai adhesive, terang Fitria.
Fitria menjelaskan bahwa hydroxypropyl starch dengan derajat substitusi (DS) mencapai 0,6 diproduksi menggunakan reaktor batch. Reaksi dilakukan antara propilen oksida dan slurry starch, serta NaOH sebagai katalis. Setelah reaksi esterifikasi selesai, campuran dinetralkan dan dikeringkan di dalam rotating drum dengan media pemanas steam.
Akan tetapi, produksi hydroxypropyl starch dalam skala besar cukup sulit, karena terbentur pada viskositas reaksi tinggi dan dibutuhkan biaya operasional maupun perawatan mahal, papar Fitria.
Fitria mengungkapkan bahwa teknologi ekstruder untuk produksi turunan starch, berkembang sangat pesat. Namun demikian, teknologi ekstruder ini memiliki kelemahan, yaitu: laju putar extruder tinggi sehingga menyebabkan terjadinya partial breakdown pada molekul-molekul starch, waktu tinggal cepat akibatnya konversi rendah, suhu reaksi tinggi mengakibatkan degradasi termal produk, karakteristik distribusi waktu tinggal tidak merata, bilangan paclet pada rentang 10-20 akibatnya distribusi DS produk tidak merata.
Fitria menuturkan bahwa dosen pembimbingnya Mohamad Endy Yulianto, yang mengarahkan agar proses produksi hydroxypropyl starch sebaiknya dengan menggunakan reaktor static mixer. Mixer tanpa gerak merupakan suatu alat pengaduk yang elemen pengaduknya dimasukkan ke dalam suatu pipa.
Endy menambahkan bahwa keunggulan reaktor static mixer, yaitu: karakteristik plug fow yang baik, alat reaktor sederhana, laju putaran rendah, laju perpindahan panas lebih baik, pencampuran lebih homogen, bahkan proses produksi dilakukan pada bilangan reynold yang rendah. Selain itu, salah satu keunggulan static mixer dibandingkan pipa kosong adalah mampu mendorong terjadinya perpindahan panas.
Oleh karenanya, perlu pengembangan reaktor static mixer secara komprehensip yang sangat penting peranannya dalam perancangan, scale-up dan evaluasi kinerja reaktor sebelum proses ini diterapkan secara komersial. Mengingat bahan baku berupa tepung tapioka yang sangat berlimpah, maka sudah saatnya Indonesia memproduksi hydroxypropyl starch untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pungkas Endy.