Jika di suruh memilih, anda lebih suka memilih yang mana? Jakarta bebas macet atau Jakarta bebas banjir? Pilihan yang sangat sulit untuk di pilih, bisa diibaratkan semacam buah simalakama. Dua-duanya sama-sama memiliki akibat. Jika kita memilih Jakarta bebas macet, tentunya yang akan menjadi pusat perhatian pemerintah adalah pembangunan jalan sebagai alat transportasi, pastinya ini adalah harapan warga Jakarta yang sering bepergian menggunakan kendaraan bermotor. Tapi, jika Jakarta bebas banjir tentu menjadi harapan semua warga Jakarta.
Kemacetan yang kian hari bukannya berkurang malah menjadi semakin parah, menurut data yang ada jumlah pengguna kendaraan bermotor pribadi di Jakarta naik 12 % pertahun. Angka yang cukup mengejutkan, tentunya angka itu lah yang menjadi penyebab kemacetan di Jakarta yang bertambah parah. Kemacetan di Jakarta bisa dibilang setiap waktu, namun kemacetan yang cukup parah akan terjadi saat jam berangkat kerja, dan jam pulang kerja. Kemacetan itu mulai teratasi dengan adanya kehadiran busway transjakarta yang mulai mejadi pilihan warga ibukota untuk menghindari kemacetan.
Selain masalah kemacetan, warga ibukota juga selalu dihantui dengan masalah banjir. Seperti sudah menjadi langganan banjir, setiap tahun Jakarta akan mengalami banjir, banyak penyebab kenapa Jakarta selalu menjadi langganan banjir. Salah satu penyebab terjadinya banjir di ibukota adalah karena cepatnya penurunan kontur tanah. Indonesia Water Institute menyatakan, permukaan tanah Jakarta menurun 4-5 meter per tahun. Bahkan di beberapa wilayah, kontur tanah turun hingga 28 meter per tahun.
Penyebab utamanya karena pemakaian air tanah secara berlebihan. Selain faktor kontur tanah, intensitas hujan yang cukup besar juga menyebabkan meluapnya sungai. Sungai yang sudah tidak mampu menampung kadar air yang tinggi, karena fungsi sungai sudah dialih fungsikan menjadi tempat pembuangan sampah serta banyaknya rumah-rumah dadakan yang dibangyun di sekitar sungai. Kadang kala sungai yang ada di ibukota juga dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah, hal itu dapat terlihat dari warna sungai yang bewarna hitam pekat dan bau yang menyengat. Sebenarnya jika kita melihat lagi kebelakang, penyebab utama banjir adalah sampah.
Menurut data yang diperoleh, Jakarta turut menyumbang sampah sebesar 7.000 ton perharinya. Sampah-sampah itu kadang kala tidak dapat di tampung dengan baik di TPS(Tempat Pembuangan Sampah), sehingga banyak warga yang membuang sembarangan. Namun, sekarang Jakarta memiliki wajah baru sampah-sampah yang biasa menjadi pemandangan disepanjang sungai kini telah menghilang. Banyak perubahan yang telah dilakukan pemerintah untuk Jakarta yang lebih baik, tapi tidak dapat dipungkiri Jakarta memang memilki segudang permasalahan yang tidak mungkin selesai semudah membalikkan telapak tangan.
Jika pertanyaan ini saya tanyakan kepada warga Jakarta, sebagian besar warga Jakarta akan lebih memilih Jakarta yang bebas banjir, karena satu alasan jika banjir sedang melanda, akses untuk pergi kemana saja akan tertutup. Namun, jika kemacetan masih bisa diatasi karena kita masih mampu untuk mengakses dunia luar walaupun waktu akan lebih banyak dihabiskan dijalan. Sekarang jawaban itu ada di tangan kita masing-masing, ingin menjadikan Jakarta seperti apa? Setiap pilihan dan keinginan pasti memerlukan usaha dan kerja keras. Jadi, ayo buat Jakarta menjadi lebih baik dan mengurangi masalah yang ada, Jakarta mampu menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H