"Kondisi begini masih mikir Pilkada? Kita aja ngga tahu, besok masih ada atau ngga. Kalau aku bukan wakil bupati, mending aku fokus melindungi keluargaku. Sekarang ini yang penting bagaimana ini cepat selesai."
Suara Agus Tantomo itu terdengar jelas di ruangan belakang kediaman resminya sebagai wakil bupati Berau, Kalimantan Timur. Dia menjawab panggilan telepon dari seseorang, entah siapa. Saya dan beberapa pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) Berau yang mendengarkan percakapan itu hanya bisa diam.
Saat itu, saya dengan beberapa pengurus PMI dipanggil untuk rapat. Ya, sebagai ketua PMI Berau, Agus Tantomo benar-benar total. Pengurus dan relawan PMI benar-benar harus punya energi ekstra untuk bisa mengikuti arahan dan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu masyarakat.
Apakah ini politis? PMI jelas bukan partai politik. Kalau mau politik, bisa saja beliau menggerakkan Partai Nasdem, karena beliau sebagai ketua dewan penasihatnya. Bahkan jelas-jelas sudah mendapatkan surat rekomendasi maju sebagai kepala daerah dari partai pimpinan Surya Paloh itu.
Beliau bahkan selalu menegaskan agar PMI tetap netral. Kalau masih ada yang meragukan kenetralan PMI, entah bagaimana lagi menjelaskannya. Saya pun sebagai salah satu pengurus PMI Berau, tak pernah mendengarkan sekali pun arahan soal politik, selama berada di lingkungan dan koridor PMI.
Ketika Agus Tantomo membagikan 10 ribu ekor ayam langsung ke warga, apakah ada embel-embel lainnya? Hanya kantong kresek hitam plus seekor ayam. Tak ada simbol sama sekali. Padahal kalau mau, bisa saja pakai kresek dengan logo atau simbol tertentu. Bisa juga meniru salah satu gubernur yang membagikan sembako dengan diselipi 'surat cinta' di dalamnya.
Tapi itu semua tak dilakukan. Semua dilakukan karena ingin membantu masyarakat. Saat membagikan ayam, yang dilibatkan adalah para petugas kebersihan dengan motor gerobaknya. Bukan PMI atau partai tertentu.
Coba lihat yang lain, terkadang membagi ini dan itu masih ada simbol partai bahkan foto orang hingga berpasangan. Bahkan jelas-jelas sibuk memasang baliho di tengah pandemi Corona. Entah terbuat dari apakah nuraninya? Padahal Pilkada sudah jelas ditunda.
Sempat dihujat masyarakat. Apakah beliau melemah? "Melakukan sesuatu kemudian dianggap salah, jauh lebih baik. Ketimbang tidak melakukan apa-apa sama sekali untuk masyarakat," tegas beliau.
Maka pengurus dan relawan PMI kembali semangat. Melakukan penyemprotan desinfektan dengan personel relawan yang sangat terbatas. Kenapa terbatas? Ya itulah nyatanya. Namanya juga relawan. Mereka tidak digaji atau diberi honor. Tidak banyak yang mau seperti itu. Jangankan mendapat sesuatu, sekadar ucapan terima kasih dari warga saja jarang didapatkan para relawan ini.
Ketika mendapat kabar ada sekelompok ibu-ibu yang membuat masker untuk dibagikan secara gratis, Agus Tantomo langsung ke lokasi. Kabar seperti itulah yang sangat dinanti, yakni sekelompok orang yang betul-betul peduli.