Lihat ke Halaman Asli

Endro S Efendi

TERVERIFIKASI

Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Wiranto Ditusuk, Simpati atau Mengutuk?

Diperbarui: 11 Oktober 2019   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com

Kejadian yang menimpa Menkopolhukam Wiranto tentu membuat manusia normal mengurut dada. Kenapa saya katakan manusia normal? Ya nyatanya banyak warga dari negara ber-flower ini yang justru tak punya simpati dan empati. Menganggap kejadian tersebut hanyalah mainan bahkan sandiwara.

Warga +62 ini memang selalu ada saja yang tidak mau melihat sebuah kebenaran secara nyata. Anggap saja ketika pengamanan terhadap Wiranto sangat ketat, pasti akan dikomentari. "Cuma menteri saja kok over acting, Sementara presiden ngga segitu amat."

Begitu ada kejadian percobaan pembunuhan seperti di Pandeglang, komentarnya berbeda lagi. "Pengamanan untuk menteri terlalu longgar." Jadi pertanyannya, mau yang longgar atau ketat? Seolah tidak ada yang benar sama sekali.

Di balik kejadian yang menimpa Jenderal Wiranto tersebut, terbukti negara ini memang sudah sangat mengkhawatirkan. Perang di dunia maya sangatlah nyata dan memerlukan perhatian lebih serius. Apakah negara ini lemah? Tentu tidak. Tentara dan polisi negara ini sangat kuat. Persoalannya adalah, perang saat ini tidak terjadi di alam nyata. Perang di belantara maya sungguh lebih berbahaya.

Ketika setiap penduduk negara ini sudah memiliki telepon seluler, maka setiap warga dengan mudah bisa diberikan penanaman ideologi di pikiran bawah sadarnya. Dan itu tidak hanya berlaku untuk warga biasa. Aparat dengan pangkat yang mentereng pun bisa dengan mudah diberikan pemahaman ideologi yang mengancam negara ini.

Tengok saja di belantara maya, istri seorang oknum tentara dengan pangkat komandan wilayah di salah satu daerah di Tanah Air pun dengan santuy-nya berkomentar atas kasus Wiranto hingga seolah 'bersyukur' atas kejadian itu. Lalu, tidakkah wanita ini berpikir, bagaimana kalau suaminya yang jadi korban penusukan itu?

Lantas kenapa penanaman ideologi yang mengancam keutuhan negara ini mudah merasuk ke hampir seluruh sendiri kehidupan negara ini? Bahkan menerobos masuk ke level kementerian dan lembaga tinggi negara ini? Ya, media sosial yang ada di genggaman adalah pintu masuk yang sangat mudah.

Coba perhatikan, bahkan lihatlah diri sendiri. Berapa lama waktu yang digunakan saat memegang handphone. Mungkin dari 24 jam, hanya 4 sampai maksimal 8 jam tidak memegang telepon pintar. Sebab faktanya, mandi pun ada yang membawa handphone. Bahkan tidur pun ada yang masih dalam posisi memegang 'benda ajaib' itu.

Ketika mendalami ilmu teknologi pikiran di Adi W. Gunawan Institute of Mind Technology di Surabaya, saya pun mempelajari skala kedalaman pikiran bawah sadar dengan semua indikasinya. Sehingga bisa diketahui skala kedalaman pikiran sadar seseorang melalui ciri-ciri yang muncul.

Sebagai contoh, saat seseorang sedang menatap layar handphone, saat itu pula orang itu dalam kondisi hipnosis, pikiran bawah sadarnya terbuka lebar. Apa indikatornya? Lihatlah ketika orang sedang berhadapan dengan HP-nya. Ada yang ketawa dan senyum sendiri, itulah bukti kondisi hipnosis, pikiran bawah sadarnya terbuka lebar.

Dalam kondisi itulah, semua informasi dan data yang dibaca dari ponsel akan masuk ke pikiran bawah sadar dengan cepat, tanpa penghalang sama sekali. Maka penanaman ideologi yang mengancam persatuan dan kesatuan negara ini, sangat mudah dilakukan hanya dengan sebaran konten di media sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline