Sampai detik ini, rasanya tidak percaya membaca nama sendiri bertengger di posisi paling atas sebagai penerima Kompasiana-Reward alias K-Reward untuk periode Juni 2019. Selama Juli 2019 ini, banyak pekerjaan yang harus saya lakukan. Akibatnya, sangat jarang membuka situs Kompasiana.
Alhasil, saya benar-benar tidak tahu jika 4 Juli 2019 tadi ada artikel di Kompasiana yang mengumumkan daftar penerima K-Reward medio Juni 2019. Saya baru tahu tentang hal ini setelah Kamis, 25 Juli 2019 tadi mendapat pesan melalui WA dari Ibu Sri. Beliau adalah founder komunitas www.joeragan-artikel.com yang memiliki nama pena Ummi Aleeya.
Setelah mendapat nomor kontak saya, beliau pun menawarkan agar bisa sharing di komunitasnya. Walau sadar apa yang saya dapatkan ini lebih banyak karena faktor keberuntungan, namun saya pun menyetujui tawarannya itu. Niatnya untuk sama-sama belajar. Saya yakin banyak kompasianer lain jauh lebih hebat dan mumpuni dalam dunia tulis-menulis.
Selama Juni tadi, rasanya saya tidak banyak menulis artikel. Kalau pun ada tulisan di awal Juni, nyatanya itu masih jadi satu kesatuan program Samber THR Ramadhan 2019 tadi. Saya memang menjajal mengikuti tantangan menulis artikel setiap hari, melalui program yang digeber Kompasiana itu.
Selanjutnya, di luar program Samber THR, saya hanya menulis 4 artikel. Masing-masing:
- Miris Angela Gilsha Berpotensi Mandul
- Mulai 2020 Menikah Pakai Sistem Zonasi
- Ini Cara Mudah Mengetahui Saksi Berbohong
- Layanan Luar Biasa dari Traveloka
Namun ternyata, tulisan nomor dua itu benar-benar viral. Hingga tulisan ini saya buat, lebih dari 94 ribu yang sudah membaca artikel soal menikah pakai sistem zonasi itu. Saya yakin, itu pasti karena judulnya yang membuat orang penasaran. Padahal sejatinya hanya untuk humor atau bercanda. Meski di dalamnya, ada pesan yang ingin disampaikan pada pemerintah.
Awalnya, saya enggan menuliskan sistem zonasi itu dalam penerimaan peserta didik baru. Hingga seorang sahabat menantang untuk menulis pendapat saya pribadi, terkait sistem itu. Maka, saya pun mencoba mencari cantolan yang pas agar lebih menarik.
Sebelumnya, ada yang mengaitkan sistem zonasi dengan pedagang nasi goreng atau liburan yang juga harus sesuai zona. Maka iseng, saya coba bagaimana jika zonasi berlaku pada sebuah pernikahan. Sebagai ilustrasi, saya buatkan kisah Joko yang batal menikah hanya karena calonnya beda area.
Semua mengalir begitu saja, seperti tulisan saya lainnya. Tidak ada yang istimewa. Kalau pun ada bedanya, ya mungkin karena ada selipan humornya itu. Sebab dengan narasi tulisan yang detail, pembaca jadi ikut membayangkan, bagaimana rasanya orang yang mau menikah kemudian dibatalkan, he he he.
Nah, di situlah kekuatan tulisan dikaitkan dengan kekuatan pikiran. Sebisa mungkin, pikiran bawah sadar pembaca bisa ditarik dalam suasana tulisan tersebut. Memang tidak mudah. Namun bukan berarti tidak bisa.
Saya pun terus mencoba menulis dengan cara itu. Terus dan terus mencoba. Pokoknya menulis dengan segenap hati dan perasaan. Soal hasilnya, ya biarlah pembaca yang menilainya.