Lebaran 2019 ini menjadi momentum yang sangat tepat untuk benar-benar menata kembali kehidupan sosial yang sempat porak poranda akibat pemilihan presiden. Jangankan dengan orang lain, saudara dan kerabat pun bisa bermusuhan hanya karena perbedaan pilihan.
Sejak akhir 2018 lalu, hawa yang kurang nyaman memang sangat terasa. Rakyat Indonesia seolah terbelah menjadi dua bagian. Ada yang mendukung pasangan petahana, ada juga yang mendukung oposisi. Dua-duanya tidak ada yang salah. Sebab, setiap orang yang menentukan pilihan pasti didasari berbagai alasan rasional dan masuk akal.
Terasa sekali betapa tidak asyiknya berteman gara-gara Pilpres. Bercanda apa pun, dikaitkan dengan politik. Obrolan apa pun larinya ke dukung mendukung. Bahkan gambar atau tulisan apa pun, juga dikaitkan dengan kubu satu dan kubu dua. Hidup benar-benar menjadi sangat kurang nyaman. Sehebat-hebatnya orang uang berpikir positif masih bisa terpengaruh. Bagaimana jika sejak awal memang pola pikirnya ngaco?
Andai saja saat pemilihan pemimpin negara itu ada peserta lebih dari dua pasangan, tentu akan berbeda. Karena hanya ada dua pasangan, ibaratnya seperti pertandingan di atas ring tinju. Kedua pendukung menjadi saling baku hantam, baku pukul, meski tidak secara fisik, melainkan melalui kata-kata.
Usai pemilihan presiden, hawa dan energi kurang positif justru tidak berkurang. Yang ada semakin memuncak. Bahkan, sempat terjadi aksi yang memakan korban. Bukti bahwa energi kurang positif itu benar-benar sudah menguasai hampir sebagian rakyat Indonesia. Akibatnya, hawa kurang positif itulah yang menjadikan sebagian orang semakin drop bahkan kehilangan akal sehat dan tidak lagi rasional.
Ramadan, sebagai salah satu bulan terbaik dan paling agung bagi umat Muslim, seharusnya bisa menjadi kendali yang paling ampuh bagi siapa saja yang dikuasai amarah dan emosi. Namun nyatanya, Ramadan kali ini belum mampu menenangkan tensi sebagian umat muslim yang benar-benar sudah dikuasai rasa tidak nyaman dan ego kehendak yang memuncak. Buktinya, kerusuhan terjadi saat Ramadan, yang seharusnya membuat semua orang mampu mengendalikan diri dan hawa nafsunya.
Benarkah setan diikat dan diborgol saat Ramadan. Masalahnya, setan berbentuk amarah itu sudah menguasai diri masing-masing umat yang sudah tidak lagi percaya dengan kondisi yang ada. Semoga saja setan yang asli tidak merasa terfitnah dengan kejadian tersebut. Sebab boleh jadi setan asli marah, karena merasa tidak berbuat apa-apa. Tapi dia pula yang disalahkan.
Nah, momen Idulfitri hari ini, jadikanlah momen untuk membersihkan diri dari semua energi tidak nyaman. Apa pun pilihan yang sudah ditentukan sebelumnya, segera tinggalkan dan jadikan masa lalu yang tak perlu diingat. Biarlah ingat untuk lupa, dan lupa untuk ingat.
Mari buang segala hal yang berhubungan dengan pilpres. Rayakanlah kemenangan dengan kembali merajut kebersamaan. Sebagai negara besar, Lebaran ini adalah momen unjuk kekuatan kepada dunia luar, bahwa Indonesia adalah negara yang luar biasa dan bisa menjalankan demokrasi secara jelas dan nyata.
Saatnya saling meminta maaf dan saling memaafkan dari lubuk hati paling dalam. Saatnya saling bermaafan secara tulus ikhlas, demi kebaikan bersama. Saat saling memaafkan itulah, rasakan energi dahsyat luar biasa segera mengalir dalam tubuh.
Terakhir, semoga semua umat muslim yang merayakan Lebaran kali ini, benar-benar berhasil merayakan kemenangan sesungguhnya. Bukan kemenangan hasil rekayasa, atau hanya klaim sepihak tanpa ibadah nyata. Bagaimana menurut Anda?