Lihat ke Halaman Asli

Endro S Efendi

TERVERIFIKASI

Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

JusticeForAudrey, Ini Pemicu Pelaku Melakukan Bully pada Audrey

Diperbarui: 11 April 2019   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (Kompas/Jitet)

Jagat belantara maya saat ini sedang memberikan perhatian penuh pada kasus Audrey. Bocah  perempuan 14 tahun asal Pontianak itu menjadi korban perundungan (bully) oleh 3 anak SMA yang juga perempuan, 29 Maret 2019 lalu.

Awalnya, dikabarkan pelaku pengeroyokan adalah 12 orang, namun kabar terakhir yang diduga melakukan pengeroyokan hanya 3 orang. Sementara 9 siswi lainnya hanya sebagai suporter. Ikut bahagia melihat Audrey dikeroyok tanpa memberikan pertolongan.  

Namun sebelum saya meneruskan tulisan ini, saya memohon maaf sebesar-besarnya. Sebagai penulis sekaligus berlatar wartawan, saya sudah ikut membuat kesalahan yakni menulis lengkap nama korban. Padahal sesuai ketentuan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang dirilis Dewan Pers, tidak diperbolehkan menyebut nama korban dan pelaku.

Khusus Audrey berbeda. Justru bocah perempuan ini dengan berani meminta wajahnya tidak usah diburamkan, dan meminta namanya boleh ditulis lengkap. Ia ingin menunjukkan pada dunia bahwa dirinya kuat dan berani. Apa yang dilakukan diharapkan bisa menjadi simbol perlawanan pada aksi perundungan yang bisa menimpa siapa saja dan kapan saja.

Kasus seperti ini seperti fenomena gunung es. Tak terlihat, tapi banyak terjadi. Korban memilih diam karena trauma dan berada di bawah tekanan. Saya dulu ketika masih sekolah juga pernah jadi korban bully. Dipukul teman sekelas di tempat sepi. Juga memilih diam. Beruntung saat ini sudah paham teknik terapi mandiri, sehingga semua trauma itu bisa saya atasi sendiri dengan mudah.  

Kembali pada kasus Audrey. Bocah ini benar-benar menjadi korban. Target para pelaku sebenarnya adalah sepupunya. Sang kakak sepupu yang juga duduk di bangku SMA, ternyata pernah menjalin asmara dengan pacar salah satu pelaku pengeroyokan. Akibat persoalan asmara inilah berlanjut di media sosial, kemudian berujung pada aksi penganiayaan.

Beruntung kasus ini kemudian viral, sehingga langsung menyedot perhatian publik. Presiden Joko Widodo pun ikut memberikan perhatian. Harapannya, penegak hukum tak punya celah bermain-main. Kenapa? Karena masyarakat pasti akan ikut mengawasinya.

Dari kasus tersebut bisa dilihat betapa aksi perundungan di era media sosial ini sudah sangat mengkhawatirkan. Bully secara verbal apalagi secara fisik, memberikan dampak luar biasa bagi korbannya. Tak hanya terluka secara fisik, bahkan berdampak luka batin secara psikologis.

Sebagai informasi, hampir sebagian besar kasus yang saya tangani di ruang praktik hipnoterapi, akar masalahnya disebabkan bully yang dialami di masa lalu. Sama seperti yang dialami Audrey saat ini. Jika tidak segera mendapatkan pemulihan secara psikologis, tentu dampaknya akan sangat berbahaya bagi masa depan Audrey. Beruntung bocah tersebut kini sudah mendapat penanganan serta perlindungan secara maksimal. Termasuk mendapat pendampingan psikolog.

Mencuatnya kasus Audrey juga diharapkan memperkuat semangat dan motivasi anak-anak korban bully lainnya agar berani menceritakan apa yang dialaminya. Sehingga kasus itu tidak didiamkan begitu saja. Kalau didiamkan, pelaku akan merasa apa yang dilakukannya adalah hal wajar. Sementara sang korban akan menanggung dampak trauma mendalam secara terus-menerus, bertahun-tahun. Bahkan bisa sampai dibawa mati.   

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline