Lihat ke Halaman Asli

Endro S Efendi

TERVERIFIKASI

Penulis, Trainer Teknologi Pikiran

Ingin Selalu Nyaman? Gunakan Kalimat Ajaib Ini

Diperbarui: 1 Januari 2019   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antara Foto/ditya Noviansyah

 Sudah menjadi fitrah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus selalu berhubungan dengan orang lain. Dari mulai lingkungan keluarga, hingga di masyarakat atau lingkungan kerja. Lebih luas lagi, juga harus berhubungan dengan orang lain yang belum kenal sekali pun.

Saat berhubungan dengan orang lain ini lah, terkadang ada perasaan yang campur aduk. Seperti permen Nano-Nano, ramai rasanya. Kadang nyaman, bahagia, kadang pula baper alias bawa perasaan. Lebih parah lagi kalau sampai merasa dendam, dongkol, jengkel, sakit hati, kecewa, dan sejenisnya.

Lalu bagaimana cara mencegah agar bisa bebas dari rasa tidak nyaman? Hal pertama yang bisa dilakukan adalah, hindari memasang garis kebenaran. Ketika seseorang sudah memasang garis kebenaran pada dirinya sendiri, maka sejak itulah persoalan mudah terjadi. Akibatnya, orang lain selalu salah, dirinya selalu merasa benar.

Coba perhatikan di tahun politik saat ini, banyak sekali orang yang kemana-mana memasang garis kebenaran. Akibatnya, orang lain selalu salah, dan dirinya sudah pasti paling benar. Akibatnya bisa dilihat sendiri, setiap orang mudah tersulut emosi. Apalagi jika masing-masing orang memaksa memasang garis kebenarannya sendiri-sendiri. Jadilah garis-garis itu saling bersinggungan, dan berubah menjadi pagar tinggi hingga menjadi tembok penghalang. Padahal sudah ditegaskan di dalam Alquran, bahwa Allah sengaja menciptakan umatnya bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar semua saling mengenal satu sama lain. Setiap orang padahal diharapkan menjadi rahmad bagi yang lainnya.

Namun sekali lagi, perselisihan sangat mudah tersulut hanya karena garis kebenaran ini. Di dalam rumah tangga misalnya, suami sangat mudah menyalahkan istri. Sebaliknya, istri mudah menyalahkan suami. Semua akibat dari garis kebenaran yang sudah dipasang. Begitu pula di kantor, karyawan yang satu dengan mudah menyalahkan yang lain, hanya karena tidak sesuai standar kebenaran yang dipasang oleh karyawan itu sendiri.

Mulai dari sekarang, bagaimana kalau kita balik dan inilah kalimat ajaib itu. "Saya selalu salah, orang lain mungkin benar." Menghadapi masalah apa pun, coba gunakan kalimat ini. Inilah sejatinya istigfar yang diajarkan dalam agama. Mengakui kesalahan atas apa pun, akan membuat kita belajar lebih baik. Hakikat dari 'saya salah' adalah, ada tekad untuk berbuat lebih baik lagi, belajar lebih baik lagi, dan tidak perlu menyakiti perasaan orang lain.

Maka, saat mendapati karyawan tidak bekerja sesuai harapan, segera ucapkan dalam hati, "saya yang salah". Segera cari apa saja bentuk kesalahan itu. Misalnya, kurang memberikan pemahaman, kurang memberikan perhatian, atau memang salah sejak awal dalam proses rekrutmennya. Dengan demikian, kita bisa segera memperbaikinya.

Saat ditipu oleh rekan bisnis, tak usah menyalahkannya. Salahkan diri sendiri. Segera cari apa saja kesalahannya. Mungkin terlalu percaya sejak awal, kuang teliti dalam menjalankan sistemnya, dan bentuk kesalahan lainnya. Dengan cara demikian, maka diri kita sendiri akan semakin tumbuh sebagai pribadi yang luar biasa. Energinya akan semakin dahsyat dan dengan mudah bisa mencapai apa yang diharapkan.

Ingatlah, sampai dunia berhenti berputar, kita tidak akan bisa mengubah orang lain. Yang bisa kita ubah adalah diri sendiri. Saat diri kita berubah, yakinlah semesta akan ikut mendukung perubahan itu. Saat saya menuliskan artikel ini, sejatinya ini juga untuk diri saya sendiri. Sebagai pengingat bagi diri sendiri. Jika kemudian Anda membaca dan mau mengamalkan, itulah bentuk dukungan dari semesta.

Sukses dan rezeki kita, ada pada senyum orang lain. Maka, saat membuat orang lain kecewa atau sakit hati, saat itu pula kita sedang merusak ladang rezeki kita sendiri. Menjaga perasaan orang lain, sama halnya sedang menjaga aliran rezeki kita sendiri.

Apalagi keluarga terdekat, itulah sumber rezeki yang terbesar. Suami, istri, anak, orang tua, mertua, adik, kakak, sahabat, teman dekat, relasi, siapa pun itu, mereka lah sumber rezeki kita. Jangan sampai membuat mereka kehilangan senyumnya gara-gara kita. Buatlah mereka selalu tersenyum bahagia. Ketika mereka merasa selalu bahagia dan bisa tersenyum dengan tulus, maka sejatinya kita sedang membuka keran energi yang berlimpah ruah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline