JAKARTA -- Publik banyak meyakini bahwa Gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) lebih berbahaya dengan Al Qaeda. Sebab, Al Qaeda hanya memusuhi Amerika, sementara ISIS memusuhi siapa saja. Bahkan, ISIS jauh lebih kejam dan lebih radikal. ISIS juga lebih berbahaya karena organisasi ini punya wilayah teritorial.
"Masih banyak orang Indonesia yang mau ke kantong-kantong pergerakan ISIS. Dan ingat, pelaku terorisme rata-rata juga cerdas-cerdas. Kalau tidak pintar, tidak mungkin mereka bisa bikin bom," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius.
Penjelasan Suhardi disampaikan dalam ceramah di depan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 57 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, Selasa (10/4).
"Yang patut diwaspadai, ada 500-an warga Indonesia sempat tergabung ISIS, akan kembali ke Indonesia," sebut Suhardi. Bahkan, radikalisme itu sudah menjalar sampai ke usia anak-anak.
Suhardi pun sempat menunjukkan video anak-anak di Suriah yang sudah jago menembak bahkan tidak punya rasa belas kasihan. Dalam video itu diperlihatkan anak-anak sudah mampu memegang senjata laras panjang, bahkan diajarkan membunuh orang dewasa.
Saat video diputarkan, terlihat cuplikan kekejaman dari ISIS. Beberapa peserta bahkan tidak berani melihat video sadis tersebut. Suhardi menyampaikan terpaksa menunjukkan cuplikan kekejaman ini untuk memberikan pemahaman kepada peserta, karena terorisme adalah ancaman nyata yang patut diwaspadai.
"Kalau anak-anak ini pulang ke Indonesia, tentu berpotensi menjadi teroris," sebutnya. Karena itu, ia mengajak siswa Lemhannas untuk mewaspadai hal ini, harus peduli dengan kondisi lingkungan.
Dikatakan, sudah ada 18 anak-anak alumni Suriah di Indonesia, yang dibina dan dirangkul untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Anak-anak ini sebelumnya sudah sangat radikal. Tidak punya belas kasihan," katanya.
Yang juga perlu diperhatikan adalah proses penerimaan para mantan narapidana terorisme. "Kadang ada keluarga yang tidak mau menerima, sehingga setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, merasa putus asa dan kembali melakukan aksi radikal," sebutnya.
Ia mencontohkan Juanda, pelaku bom di Gereja Oikumene, Samarinda Seberang - Kalimantan Timur adalah mantan narapidana terorisme yang tidak diterima oleh keluarganya. Itu sebabnya, selalu diingatkan untuk tidak memarjinalkan mantan terorisme dengan alasan apa pun.
"Perlu peran serta pemerintah daerah untuk menerima para mantan narapidana terorisme ini agar bisa menjalani kehidupan dengan normal dan merasa diterima dengan baik," bebernya. Apalagi, tak ada satu pun provinsi di Indonesia yang aman dari ancaman radikalisme dan terorisme. Semua provinsi, menurutnya sangat rawan. Terutama di wilayah perbatasan.
Dicontohkan, Sulawesi Tengah sempat mau dijadikan basis dari ISIS Asia Tenggara. "Dengan deteksi dini, akhirnya mereka mengalihkan basisnya ke negara lain," katanya.