Di setiap diri manusia, memiliki energi yang sangat diperlukan untuk menarik semua keinginan, baik menarik kebahagiaan, harapan, impian, kesehatan dan semua hal. Begitu pula untuk membangun bangsa ini, perlu energi. Energinya dari mana? Selain sumber daya alam sebagai energi dalam arti sesungguhnya, penduduk negara ini juga merupakan energi yang sangat potensial dan sangat diperlukan. Semakin besar energi yang dimiliki suatu bangsa, maka semakin cepat pembangunan bisa dilaksanakan.
Tengok saja Tiongkok yang kini menjelma sebagai kekuatan besar, bahkan berbagai produk yang dihasilkan negeri tirai bambu itu mampu membanjiri pasaran dunia. Rasanya, hampir semua kebutuhan warga bumi ini selalu ada saja yang bertuliskan Made in China. India pun tak mau kalah, potensi energi berupa jumlah penduduk yang cukup besar, juga mulai diberdayakan maksimal dan kini perlahan mulai mencuri perhatian dunia, dengan terus membangun sarana infrastruktur dan juga pusat-pusat industri baru.
Bagaimana dengan Indonesia. Negara ini terbukti memiliki energi cukup besar. Tak hanya sumber daya alamnya, tapi juga penduduknya juga sangat besar sebagai sumber energi yang dibutuhkan untuk membangun bangsa. Di era kemerdekaan di masa lampau, energi positif berupa keinginan untuk lepas dari penjajahan terbukti mampu membawa bangsa ini memproklamirkan diri sebagai negara bebas.
Lantas kenapa bisa dijajah hingga 350 tahun? Ya karena potensi kekuatan energi yang ada ketika itu, mampu dipecah belah oleh Belanda. Tak hanya itu, tak sedikit penduduk negeri yang kala itu menjalankan peran sebagai maling energi? Siapa itu? Mereka adalah para pengkhianat yang diam-diam memihak Belanda. Mereka mengambil keuntungan pribadi dengan menjadi antek-antek Belanda. Perlu waktu ratusan tahun hingga akhirnya semua energi bisa terkumpul dengan luar biasa dan akhirnya bangsa ini bisa merdeka.
Untuk bisa merdeka seperti itu, jumlah maling energi praktis harus diberantas. Para pengkhianat dihancurkan, antek-antek Belanda harus dibuat tak berdaya. Agar semua energi bisa maksimal, tak boleh lagi ada yang bicara suku, agama, golongan, atau dari partai mana. Semua sumber energi dipusatkan untuk mengatasi satu hal, yaitu lepas dari penjajahan.
Pun di era reformasi, energi besar bangsa ini juga terbukti mampu menumbangkan cengkeraman orde baru yang berkuasa hampir 32 tahun. Para mahasiswa kala itu menyatukan energi untuk benar-benar bisa mendapatkan perubahan.
Bukankah apa yang dilakukan mahasiswa ketika itu juga masuk kategori maling energi? Mereka memang melakukan demonstrasi turun ke jalan hingga tak sedikit fasilitas yang rusak, bahkan jatuh korban nyawa. Persoalannya adalah, energi mahasiswa ketika itu seolah menjadi energi yang lebih positif, karena justru maling energi terbesar ketika itu adalah pemerintahan orde baru yang dianggap korup.
Sekarang, bangsa ini kembali dihadapkan pada kondisi sulit. Celakanya, dari sisi ekonomi, hampir semua negara ikut merasakan tekanan ekonomi yang cukup besar ini. Perlu kekuatan besar untuk mengubah keadaan ini agar krisis ekonomi segera berlalu. Setiap individu negeri ini, tak boleh berperan sebagai maling energi dan harus ikut memberantas energi negatif dalam dirinya masing-masing. Berhenti menghujat, mengeluh, atau menyalahkan orang lain. Gunakan energi yang ada untuk melakukan perbaikan dan pembenahan.
Ibarat lomba lari maraton, saat ini Indonesia memang sedang kelelahan, sementara garis finish masih cukup jauh. Menyerah, jelas tidak mungkin. Negara ini tetap harus berjalan sebagaimana mestinya. Tapi, apakah bangsa ini sudah benar-benar lelah. Andai kata di belakang ada anjing yang menggonggong, bukan tidak mungkin bisa kembali lari kencang. Artinya apa? Dibutuhkan energi positif agar bisa kembali lari. Sebab jika tidak, maka ancaman gigitan anjing galak, jelas akan terjadi.
Belum lama ini, saya belajar mendalami teknologi otak di Adi W Gunawan Institute of Mind Technology di Surabaya. Dari proses pembelajaran ini, saya semakin yakin bahwa energi positif yang dipancarkan setiap individu memang benar-benar akan menghasilkan hasil positif pula. Bisa dibayangkan jika semua penduduk di negara ini mengarahkan energinya ke sinyal yang lebih positif, maka perubahan besar yang diinginkan pasti akan terjadi.
Presiden RI Joko Widodo dulu pernah menyampaikan soal revolusi mental, atau program nawa cita yang entah apakah rakyat jelata bisa memahami artinya atau tidak. Mungkin implementasinya yang jauh panggang dari api. Namun yang lebih penting dari itu adalah bagaimana semua orang mau mengalirkan energi positifnya.