Lihat ke Halaman Asli

Angga Atas

Wiraswasta

Politik (Bukan) Uang

Diperbarui: 24 Desember 2023   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mahalnya ongkos menduduki kursi legislatif masih menjadi buah bibir dikalangan masyarakat luas, tidak terkecuali para politisi yang akan bertarung memperebutkan kursi megah nan mewah dengan segala fasilitas penunjangnya. Banyak cara mendulang dan memperoleh suara rakyat, akan tetapi amat sedikit yang menggapainya dengan cara-cara bijak. Tak dapat dipungkiri, money politic (politik uang) selalu menjadi primadona kaum penghamba belas kasihan satu kertas. Politik uang merupakan salah satu cara termudah menggaet pundi-pundi suara sehingga melanggengkan kursi yang acapkali disebut wakil rakyat. Namun patut ditelaah kembali, hal demikian terlebih politik uang merupakan salah satu pelanggaran konstitusi dan Undang-Undang Pemilu. Pelaku dari penerapan sistem politik uang pun dapat diancam dengan pidana.

Masih banyaknya stigma negatif masyarakat pada setiap hajatan Pemilu, baik itu pada masyarakat kultural di pedesaan maupun masyarakat modern di perkotaan. Stigma negatif itu terbentuk karena adanya persepsi maupun cara pandang masyarakat dengan kategori ekonomi menengah kebawah bahwasanya pada setiap ajang kontestasi Pemilu politik uang merupakan hal yang lumrah. Terlepas dari faktor "pembenaran" dan lumrahnya sebuah praktek politik uang, tentu hal ini juga didasari dari kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang belum terkategorikan sejahtera secara finansial. Terdapat celah ketimpangan ekonomi yang dimanfaatkan oleh para calon anggota legislatif untuk tetap menerapkan politik uang pada tiap-tiap proses Pemilu. Sebenarnya Pemerintah dalam hal ini penyelenggara Pemilu kerap memberikan himbauan juga sosialisasi bahwasanya politik uang merupakan sebuah larangan dan pelanggaran Undang-Undang Pemilu.

Seharusnya masyarakat pun menyadari dengan menerima dan mengharapkan upah mencoblos tentu dikemudian hari ada timbal balik yang akan dilakukan oleh calon anggota legislatif terpilih, salah satu contohnya adalah suburnya perilaku tindak pidana korupsi. Integritas dan idealisme sang pemberi politik uang maupun penerima politik uang patut dipertanyakan. Jika terdapat nilai-nilai kejujuran, integritas, serta idealisme sedari dini ditanamkan pada lingkungan keluarga, tentu hal ini salah satu cara mereduksi implikasi negatif politik uang. Seseorang ataupun individu yang memiliki penanaman moralitas tinggi pada ruang lingkup kecil seperti keluarga akan lebih mengedepankan nalar berpikirnya serta memegang teguh idealisme dan integritas pada dirinya. Tidak ada cara lain, menghindari adanya politik uang semakin berkembang selain dengan memasifkan sosialisasi maupun himbauan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, tentu faktor penanaman karakter pada ruang lingkup keluarga amatlah krusial dan penting untuk mendorong terciptanya Pemilu tanpa politik uang. Perubahan itu dari kita, bukan dari dia. Pemilu 2024 mari berbenah dan tolak politik uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline