Lihat ke Halaman Asli

Dialog Imajiner dengan Saksi Pembunuhan Berkedok Diksar Mapala

Diperbarui: 28 Januari 2017   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Kali ini repoter kita – si tukang repot,  bertemu salah satu saksi kasus pembunuhan berkedok diksar mapala di suatu kampus . Berikut cuplikannya.

Repoter: halo bung, gimana.. apakah betul yang anda lihat di diksar mapala itu penyiksaan..?

Saksi:  wah, bukan cuma penyiksaan mas, itu sudah masuk pembunuhan..  

Repoter: emang ada yang dipukuli pakai rotan ya..?

Saksi:  ya itu emang benar..

Repoter: tapi kan itu dibantah oleh rektor yang bersangkutan.. katanya dipukulnya cuma pakai ranting sebesar jari kelingking..

Saksi: halah, rektor sontoloyo itu! itu sama saja mau melindungi para pembunuh. Harus dituntut dan diproses hukum itu sang sontoloyo, meski sudah mundur..

Repoter: tapi menurut anda kira-kira apa motifnya kok diksar jadi arena pembunuhan..

Saksi: ya mungkin salah satunya si pelaku iri dengan prestasi akademik dan non-akademik salah seorang korban.. atau mungkin para pelaku dendam karena dulu pernah dipukuli saat ikut ajang diksar, trus dilampiaskan kepada juniornya. Jadi ada lingkaran dendam dan sadisme yang ditanamkan, dipupuk dan dilestarikan oleh ajang-ajang barbar amoral semacam ini..  

Repoter: mengenai mundurnya rektor itu apakah sudah tepat?

Saksi: itu emang sudah wajibnya seperti itu, mundur. Kalo enggak mundur ngga tau diri dia.. keluarga korbanpun bisa ajukan tuntutan hukum termasuk moril dan materil terhadap pihak kampus ‘killing field’ tersebut..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline