Lihat ke Halaman Asli

Firmansah

Pelayan yang Melayani

Toleransi Umat Beragama di Tengah Tantangan Intoleransi: Kasus Penutupan Sekolah Kristen Gamaliel di Parepare

Diperbarui: 25 September 2024   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Toleransi Umat Beragama di Tengah Tantangan Intoleransi: Kasus Penutupan Sekolah Kristen Gamaliel di Parepare

Peristiwa penolakan terhadap pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, yang kembali mencuat pada September 2024, menjadi cerminan tantangan toleransi umat beragama di Indonesia. Kasus ini bermula ketika sekelompok warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Muslim Parepare (FM2P) menggelar demonstrasi, menuntut penghentian pembangunan sekolah tersebut dengan dalih adanya pelanggaran aturan pendirian sekolah .

Latar Belakang Penolakan

Penolakan terhadap pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel sudah berlangsung sejak Oktober 2023, ketika warga setempat menyuarakan ketidaksetujuan mereka terkait lokasi pendirian sekolah di Kelurahan Watang Soreang, Kecamatan Soreang. Mereka menuding pembangunan tersebut tidak sesuai dengan Surat Edaran Kemendikbudristek Nomor 26 Tahun 2021, serta melanggar peraturan Dirjen Bimas Kristen Kemenag .

Menurut Fahri Nusantara, perwakilan FM2P, keberadaan sekolah ini bertentangan dengan nilai sosial dan budaya masyarakat setempat, yang mayoritas beragama Islam. Ia juga menuding bahwa sekolah tersebut tidak diperlukan karena fasilitas pendidikan di kelurahan tersebut sudah mencukupi. Tuduhan lainnya mencakup ketidaklengkapan dokumen lingkungan yang tidak mengkaji dampak sosial dan budaya secara komprehensif .

Pembelaan Yayasan Pendidikan Kristen Gamaliel

Di sisi lain, pihak Yayasan Pendidikan Kristen Gamaliel menegaskan bahwa seluruh proses perizinan telah dilengkapi. Sinta, Wakil Ketua Yayasan, menyatakan bahwa mereka tidak akan memulai pembangunan jika belum mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Kuasa hukum yayasan juga memastikan bahwa izin dari Dinas Pendidikan dan Tata Ruang telah dikantongi .

Penting untuk dicatat bahwa sekolah ini tidak hanya dikhususkan untuk umat Kristen, tetapi terbuka untuk semua kalangan. Hal ini ditegaskan oleh kuasa hukum yayasan, Rachmat S Lulung, yang menjelaskan bahwa pendidikan di sekolah tersebut tidak berfokus pada agama tertentu .

Tantangan Toleransi di Tengah Masyarakat

Kasus ini mencerminkan dinamika yang kompleks antara upaya menjaga harmoni antaragama dengan permasalahan yang muncul dari penolakan sebagian pihak. Di satu sisi, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kemajemukan agama yang tinggi, di mana kebebasan beragama dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Namun, pada kenyataannya, intoleransi masih sering muncul, terutama ketika berkaitan dengan pembangunan fasilitas keagamaan di lingkungan dengan mayoritas pemeluk agama tertentu.

Perbedaan pandangan seperti yang terjadi di Parepare menjadi tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara hak minoritas dan aspirasi mayoritas. Tindakan mediasi yang telah dilakukan oleh DPRD dan Pemkot Parepare menunjukkan pentingnya pendekatan dialogis dalam mengatasi konflik semacam ini. Namun, kenyataan bahwa aksi protes masih terus berlangsung meskipun perizinan telah dipenuhi, menunjukkan bahwa persoalan ini lebih kompleks dari sekadar administratif .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline