Dalam era digital yang semakin maju, media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan WhatsApp memungkinkan pengguna untuk berinteraksi, berbagi informasi, dan mengekspresikan diri dengan lebih mudah dan cepat. Namun, di balik berbagai kemudahan yang ditawarkan, penggunaan media sosial di Indonesia juga memunculkan sejumlah masalah sosial yang mengkhawatirkan, terutama terkait dengan etika berkomunikasi dan norma kesopanan.
Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial di Indonesia kerap digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, penghinaan, serta merendahkan orang lain. Fenomena ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat sepertinya telah kehilangan norma sopan santun dan tata krama dalam berkomunikasi, yang seharusnya menjadi bagian integral dari budaya bangsa Indonesia. Artikel ini akan mengulas masalah penggunaan media sosial yang kurang bijaksana di kalangan masyarakat Indonesia, dengan memberikan contoh konkret serta solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Masalah Penggunaan Media Sosial di Indonesia
1. Ujaran Kebencian dan Penghinaan
Ujaran kebencian atau hate speech merupakan salah satu masalah yang paling sering muncul di media sosial. Menurut sebuah penelitian oleh LIPI (2019), Indonesia termasuk dalam negara dengan tingkat ujaran kebencian yang tinggi di media sosial. Kasus-kasus seperti penghinaan terhadap tokoh agama, penyebaran isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), hingga penyerangan pribadi telah menjadi pemandangan sehari-hari di media sosial. Misalnya, dalam peristiwa Pemilu 2019, banyak akun media sosial yang digunakan untuk menyebarkan konten negatif dan ujaran kebencian terhadap kandidat tertentu, yang tidak hanya memecah belah masyarakat tetapi juga merusak nilai-nilai demokrasi.
2. Kehilangan Norma Sopan Santun
Norma kesopanan yang selama ini menjadi ciri khas budaya Indonesia seolah mulai tergerus oleh kebebasan yang ditawarkan oleh media sosial. Banyak pengguna media sosial yang tidak ragu untuk menggunakan kata-kata kasar, menghina, atau bahkan menyerang orang lain secara pribadi. Sebagai contoh, fenomena cyberbullying semakin meningkat di kalangan remaja. Sebuah studi oleh UNICEF Indonesia (2020) mengungkapkan bahwa satu dari tiga anak di Indonesia pernah mengalami perundungan daring, di mana para pelaku sering kali merasa "terlindungi" oleh anonimitas yang ditawarkan media sosial.
3. Merendahkan Orang Lain
Merendahkan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga menjadi praktik yang marak terjadi di media sosial. Banyak pengguna yang tanpa berpikir panjang, merendahkan penampilan, status sosial, atau pandangan seseorang melalui komentar atau postingan. Fenomena ini sering kali dipicu oleh perbedaan pendapat atau sekadar untuk mencari perhatian. Akibatnya, banyak orang yang merasa tersakiti atau bahkan mengalami trauma psikologis karena dipermalukan di depan umum.
Solusi untuk Penggunaan Media Sosial yang Bijaksana
1. Pendidikan Literasi Digital
Salah satu solusi utama untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pendidikan literasi digital. Literasi digital bukan hanya soal bagaimana menggunakan teknologi, tetapi juga bagaimana memahami etika, norma, dan tanggung jawab dalam menggunakan media sosial. Pemerintah, bersama dengan sekolah dan organisasi masyarakat, perlu menggalakkan program-program literasi digital yang menekankan pentingnya kesopanan, empati, dan tanggung jawab dalam berkomunikasi di dunia maya. Menurut sebuah penelitian oleh UNESCO (2021), literasi digital yang baik dapat mengurangi risiko terjadinya perilaku negatif di media sosial, seperti ujaran kebencian dan perundungan daring.