Lihat ke Halaman Asli

Hanz Endi Pramana

menulis seakan bagian dari masa lalu. akankan punah?

Dialek Jiran di Pedalaman Kalimantan

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13280774311862758686

Note: Versi yang telah di edit dari tulisan saya ini dimuat di Harian The Jakarta Post dengan judul "Real lives from the border available on web blog", di link ini. [caption id="attachment_159624" align="alignleft" width="400" caption="Blogger Sanggau Ledo berpose dengan peatih. Seru! Foto: Severianus Endi"][/caption] DUA gadis itu berbicara dalam dialek Malaysia. Padahal jelas-jelas mereka warga sebuah kampung di pedalaman Kalimantan Barat, yang letaknya dekat dengan perbatasan Negeri Jiran itu.

Realitas yang menggelitik karena begitu fasihnya mereka menggunakan dialek asing di tanah air sendiri. "...hati-hatilah di jalan, jangan sampai dilanggar lori," demikian bagian dialog dalam tulisan di blog itu.

Yunus, sang penulis, hampir tak bisa menahan tawa. Mana ada lori di jalan setapak? Lori dalam bahasa Malaysia adalah sejenis truk untuk mengangkut barang.

Yunus menjadi satu di antara peserta pelatihan Border Blogger Movement (BBM) selama dua hari, Sabtu (28/1/12) hingga Minggu (29/1/12) di Kota Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Pelatihan ini menandai debut perdana program BBM.

Yunus, yang baru belajar menulis dan membut blog, menayangkan cerita itu di laman pribadinya, http://anaksungkung.blogspot.com. Pemuda ini berasal dari Sungkung, sebuah desa di pedalaman Kabupaten Bengkayang.

Warga yang berdomisili di perbatasan Kalimantan Barat-Malaysia yang terpilih untuk program ini, diberikan materi mengenai jurnalisme kampung, fotografi, pembuatan video sederhana, serta pemanfaatan media sosial seperti web blog. Muncul aneka kisah human interest yang menarik dari penuturan mereka.

Ada yang mengisahkan tentang suka duka warga pedalaman yang berjualan sayuran ke wilayah Malaysia melewati jalan setapak yang licin dan berjurang. Ada pula yang menceritakan, mata uang Ringgit lebih dikenal ketimbang mata uang Rupiah.

"Orang luar seringkali tidak tahu bagaimana kehidupan kami di daerah perbatasan. Lebih baik kami diberi pemahaman jurnalistik dan blog, supaya bisa berbicara tentang kehidupan yang kami alami sehari-hari," ujar A Ika Lestari, guru honorer yang bekerja di sebuah kampung pedalaman di Kacamatan Sanggau Ledo.

"Saya sering melihat siswa saya yang harus berenang menyeberangi sungai pada saat banjir. Betapa perjuangan mereka begitu berat untuk mendapatkan pendidikan. Belum lagi kesulitan hidup lainnya seperti layanan kesehatan," lanjut Ika yang mengaku senang dengan kesempatan ini.

Peserta lainnya, Udin, membandingkan kemiskinan di pulau Jawa dengan di wilayah perbatasan Kalbar-Malaysia. Menurut dia, hanya pemahaman yang utuh tentang kemiskinan yang bisa memunculkan kebijakan tepat sebagai solusi.

"Miskin di Jawa artinya orang tanpa rumah, tidak memiliki lahan pertanian, dan tanpa pekerjaan tetap. Di daerah kami, semiskin-miskinnya orang, masih punya rumah dan lahan pertanian. Tapi membutuhkan pemberdayaan sumber daya manusia," ujar Udin, yang juga guru honorer di kawasan dusun Paket, Kecamatan Tujuh Belas.

"Kami ingin orang luar mengetahui kisah kami langsung dari kami sendiri. Tinggal di pedalaman membutuhkan keterampilan tambahan supaya kami bisa bersuara dan didengarkan orang atas sana," sambung Okta Lapo, pria yang hanya lulusan SMA yang tinggal di Desa Pereges, Kecamatan Seluas.

Dalam pelatihan dua hari itu, para peserta diminta menuliskan pengalaman mereka, kemudian diajari cara memublikasikan tulisan itu di web blog. Mereka menunjukkan semangat dan ketertarikan tinggi, karena keterampilan ini betul-betul baru bagi mereka. Penyelenggara memberi dukungan dengan peminjaman modem serta pulsa gratis semala 5 bulan program ini berlangsung.

Berikutnya, mereka secara mandiri diwajibkan aktif melakukan updating blog mereka dengan kisah-kisah sederhana di sekeliling mereka. Dalam waktu lima bulan ke depan, pengguna internet bisa membaca dan melihat foto-foto menarik buah karya warga pedalaman ini.

Program BBM memang secara khusus diperuntukkan bagi warga yang berdomisili di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di provinsi Kalimantan Barat. Ada lima kabupatenyang mendapat sentuhan program ini. Setelah Bengkayang, bakal berlanjut ke Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu, Sintang, dan Sambas.

Para pelatih berasal dari kalangan jurnalis dan blogger di Kalimantan Barat, yakni Budi Miank dan Bas Andreas dari Pontianak Post, serta Aries Munandar dari Media Indonesia. Manajer Program BBM, AA Mering, berpendapat, sudah saatnya isu-isu perbatasan disuarakan sendiri oleh warga yang sehari-hari mengalami kehidupan riil di batas negara.

Wilayah Malaysia, yakni Serikin, berbatasan langsung dengan Desa Jagoi Babang, setelah sebelumnya melewati Desa Seluas, Kabupaten Bengkayang. Akses transportasi berupa jalan darat, yang semakin ke ujung semakin rusak dan tidak memadai.

Mering mengatakan, enam peserta pelatihan dari Kabupaten Bengkayang, mungkin dinilai sebagai jumlah yang kecil. Namun dengan rangkaian kegiatan ini, jumlah kecil tersebut akan berkolaborasi dengan sejumlah peserta dari empat kabupaten lainnya.

Mereka sama-sama akan menyuarakan kisah-kisah warga perbatasan menjadi lebih kuat. Total 45 peserta menjadi target program ini di lima kabupaten perbatasan. (*)

SEVERIANUS ENDI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline