senandung untuk sang mawar inilah satu puisi novem tentang mawar yang tak lagi memerah terhujani oleh butiran es yang kian layu aku masih menyimpannya satu surat lusuh dengan satu tangkai mawar itu kan bulan ini telah sampai pada awal novem dimana hujan kian rapuhkan bayangan silam hitam kian tajamkan duri mu perih darah lenganku, terhunus nafsumu kian rapuh puisiku, teringat bayangan yang kau bingkai menjadi rindu kini senandungku hanya berupa bayang kelam tentang masa lalu yang kian hujani sudut malam kini mawarmu kembali memerah dengan satu tinta milikku mungkin kau akan kembali, dengan satu goresan di lenganku itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H