Lihat ke Halaman Asli

Enden Darjatul Ulya

Dosen, trainer, penulis

Teknologi Insenerator sebagai Metode Pengelolaan Sampah Partisipatif

Diperbarui: 28 Desember 2022   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari belakangan, ramai pemberitaan di media mengenai sentilan Presiden Jokowi terkait program pengolahan sampah di  Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara yang disebut mangkrak sejak tahun 2019. Pembangunan Fasilitas Pengolahan sampah ini terhambat dengan berbagai alasan, diantaranya terkait anggaran.

ITF Sunter sejatinya dibuat untuk menangani permasalahan sampah di DKI Jakarta. Sebenarnya bukan hanya ibukota Jakarta yang punya permasalahan dengan sampah. Permasalahan sampah terjadi di hampir setiap wilayah di Indonesia. Bahkan sampah merupakan isu global. Betapa tidak, permasalahan sampah terkait erat dengan masalah kesehatan, lingkungan, hingga ekosistem lautan dengan banyaknya sampah  memenuhi sungai-sungai dan berakhir di laut.

Volume dan jenis sampah terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan industri di era modern. Mulai dari sampah organik, sampah plastik, sampah tekstil, dan sebagainya. Data statistik menyebutkan tingkat produksi sampah DKI Jakarta saja per hari pada tahun 2021 mencapai 7,2 ton. Sementara menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2021 volume sampah di Indonesia yang terdiri dari 154 Kabupaten/kota se-Indonesia mencapai 18,2 juta ton/tahun. Melansir Nationalgeographic.co.id, hasil studi Dr Costas Vellis dari University of Leeds Inggris pada jurnal science menyebutkan Diperkirakan 1,3 miliar ton plastik akan memenuhi Bumi pada 2040---baik di daratan maupun di lautan jika tidak dilakukan apa pun untuk mecegahnya. Sementara itu, sampah yang tidak terurai dapat mencemari tanah, air, hingga udara yang dapat mengancam kehidupan manusia, hewan serta tumbuhan.

Banyak warga tidak memiliki akses membuang atau mengolah sampah

Selain tingginya produksi sampah yang dihasilkan, permasalahan sampah juga terkait dengan minimnya akses warga untuk membuang atau mengolah sampah yang dihasilkan. Hal ini  terutama terjadi di wilayah miskin perkotaan.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna seperti dilansir Liputan 6.com pada 24 Desember 2022 mengemukakan permasalahan sampah di kota Jakarta diantaranya terkait dengan tata kelola sampah yang belum mendukung khususnya pada lingkungan kumuh dan padat, yaitu sangat minimnya prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Selain itu, iuran sampah yang harus dikeluarkan menjadi beban tersendiri bagi kalangan ekonomi lemah. Sehingga di daerah pinggiran sungai, misalnya, yang paling mudah dilakukan untuk menyelesaikan masalah sampah adalah dengan membuangnya ke sungai. Padahal hal ini jelas dapat menimbulkan pencemaran dan berujung pada bencana.

Pengelolaan sampah saat ini belum efektif

Di Indonesia, permasalahan sampah belum diimbangi dengan pengelolaan secara efektif. Data capaian kinerja pengelolaan sampah menunjukkan dari 18 ton timbunan sampah/ tahun, penanganan sampah baru mencapai 55,2 persen sedangkan sampah yang terkelola dengan baik hanya sebanyak 13,2 juta ton/tahun atau sebesar 72,95 persen. 

Selain pengelolaan sampah di tempat pembuangan sampah (TPS), sebenarnya berbagai upaya pengelolaan sampah saat ini sudah banyak dilakukan, diantaranya melalui program 3R atau Reuse (penggunaan kembali barang yang masih bisa dipakai), Reduce (pengurangan bahan sekali pakai), dan Recycle (daur ulang). Upaya upaya ini turut digaungkan dan dilakukan oleh banyak pihak. Baik dalam skala besar (perusahaan) maupun gerakan-gerakan yang digalakkan oleh komunitas-komunitas untuk dapat dilakukan sehari-hari oleh masyarakat.

            Akan tetapi, konsep 3R ini dinilai memiliki banyak kekurangan. Misalnya terkait upaya Reuse dan Reduce yang masih sulit diterapkan oleh masyara  kat, terutama karena gaya hidup instant saat ini seperti gaya belanja online yang ternyata meningkatkan jumlah sampah plastik dan rendahnya kebiasaan memilah sampah. Kekurangan ini juga terjadi pada proses daur ulang yang seringkali menimbulkan sampah baru karena hasil produksinya, diantaranya sampah tekstil akibat trend fast fashion yaitu model pakaian yang mengutamakan trend tetapi berkualitas rendah.  Selain itu, proses daur ulang juga menghasikan polutan dalam proses produksinya. Hal ini sama dengan cara konvensional mengelola sampah dengan cara membakar yang menghasilkan asap yang mengandung racun. 

Insenerator, membakar habis sampah tanpa polusi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline