Solusi Baru, PANCASILA Untuk Memilih Pemimpin Bangsa
Selintas saat bada dzuhur ini terbersit pikiran ingin menuliskan sesuatu di Kompasiana.Com. Hal ini terlecut oleh berbagai isu dan masalah politik, demokrasi, guncangan skandal yang menerpa personal di berbagai lembaga tinggi negara yang kesemuanya tersaji dengan cepat di berbagai media massa. Hal yang paling menohok mata hati pemirsa tentunya terkait kasus di MK, gebrakan KPK yang sepertinya penuh kejutan, saling pojok memojokan antar dan intern politikus baik di gelanggang Senayan mau pun yang di luar ring Senayan. Tentunya setiap berita tersebut sedikit banyak telah melahirkan,rasa bosan, membikin muak dan mulai memancing emosi pemirsa. Sambil muhasabah terlahir keinginan untuk bisa menyumbangkan solusi pikir pada bangsa dan negeri tercinta ini. Berandai-andai, andai saja bangsa ini tidak memilih sistem demokrasi lewat pungutan suara atau voting, bagaimana? Adakah cara lain yang murah dan efektif tetap disebut demokrasi (kalau itu perlu disebut) dan tetap terjamin kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diatas keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini? Saya kira ada solusi itu.
Mari kita telaah Pancasila, mohon maaf kata Demokrasi tidak ada bukan? Tapi tak apalah, itu tak menjadi soal. Persoalannya justru ketika Demokrasi Pancasila kita disandarkan atau dasarnya sebagai perwujudan dari Sila ke-4 Pancasila yang bunyinya,Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Saat ini terkait Pemilu dirasakan ada hal janggal, apakah pemilu berlangsung harus dengan cara mematikan musyawarah? Lisan jadi mati karena telah digantinya lisan dengankeputusan tangan (pada pungutan suara malah paku). Oh..Betapa tidak bersyukurnya bangsa ini, kita dianugrahi mulut untuk berbicara tapi malah kita memilih tangan dan paku yang jadi penentu. Padahal begitu mulianya demokrasi jika saja kita lakukan dengan cara-cara alamiah sebagai makhluk sosial lewat mufakat musyawarah.
Para ahli politik demokrasi mungkin bertanya-tanya. Negara ini kan besar, jumlah penduduk saja begitu banyak, mana mungkin pakai cara musyawarah mufakat? Sebentar tunggu dulu. Saya pun ijinkan bertanya pemilu 2014 yang menghabiskan 16 Trilyun, anda diam saja? Itu belum termasuk hitungan biaya Pemilukada yang tahun ini tengah berlangsung. Mari kita sama-sama gunakan akal sehat dan hati nurani yang jernih.
Inilah jawaban saya pada tuan-tuan. Secara teknis memilih pemimpin dan wakil rakyat itu mudah dan murah.
Mulailah dari Tingkat RT
Memilih pemimpin urusan semua orang tanpa kecuali, libatkan semua orang yang sudah jadi pemimpin keluarga dan dewasa untuk memilih utusan atau wakil rakyat lewat musyawarah di tingkat RT. Setelah tuntas, orang terpilih tersebut siap jadi utusan khusus (pemimpin) dari RT guna mewakili musyawarah di tingkat Desa/Kelurahan. Semua RT se-Indonesia melakukan hal yang sama bisa serentak bisa juga terjadwal. Tiap RT sudah punya utusan sebagai pembawa amanah rakyat lalu bermusyawarah lagi di tingkat Desa/Kelurahan guna memilih utusan /wakilnya ke tingkat Kecamatan. Begitu terus berlanjut, musyawarah digunakan secara hirarkis sampai ke tingkat pusat. Bila perlu rekam acara musyawarah di masing-masing tingkatan untuk dijadikan dokumen resmi Negara sebagai arsip pesta demokrasi rakyat. Sampai di pusat para wakil utusan rakyat tersebut memilih pemimpin negaranya,yakni Presiden dan Ketua Lembaga-Lembaga Negara lainnya yang diperlukan.
Dana penyelenggaraan musyawarah rakyat perlu berkorban bisa didapat dari iuran warga khususnya di tingkat RT, toch hanya sekedar makan-makan dan minum saja. Selanjutnya anggaran bisa dimusyawarahkan lebih lanjut. Sebagai pribadi berkeyakinan sangat kecil sekali resiko modalnya dan hikmahnya tidak akan terjadi gontok-gontokan untuk rebutan jabatan dari para wakil utusan rakyat karena rakyatlah sebagai pengendali dan pemegang kedaulatan tersebut. Kita jangan bandingkan dengan pungutan suara dan kampanye pemilu saat ini yang hanya banyak koar, janji kosong Justru karena voting (pemungutan suara) dan kampanye itulah muslihat kotor dan pencitraan disuburkan akhirnya bentrok fisik, banyak orang sakit hati lewat pemilu dan pemilukada yang penuh perjuadian nasib tidak terelakkan lagi akibat pola peruntungannya ada yang menang dan kalah.
Biar ada keberkahan adakan musyawarah tersebut di dengan mengambil tempat di tempat-tempat ibadah. Masjid-masjid bagi Muslim bila mayoritas dan tempat ibadah agama lainnya dengan mempertimbangkan di tersebut mayoritasnya non muslim. Keamanan masjid dan tempat ibadah mudah dibuat tinggal berikan saja fadhilah itikaf atau mungkin keberkahan-keberkahan pahala ketika berada di tempat ibadah bagi umat lainnya. Ini sekaligus memberikan pembelajaran bertoleransi yang sangat tinggi bagi warga bangsa ini. Tanpa perlu banyak bicara urusan khilafiah dan rasisme kita bisa bersama-sama duduk berpikir, saling menyatukan semangat untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah air Indonesia.
Waktunya,sepertiunya tidak perlu masal bareng serempak terjadi untuk seluruh kawasan di negeri ini. Gukup para panitia semacam KPU di pusat membuat agenda yang sederhana, jadwal pelaksanaan tiap tingkatan dari mulai RT bisa satu minggu, terus berlanjut sampai ke tingkat pusat. Paling-paling untuk 6 tahapan dari mulai tingkat RT, Desa/Kelurahan, Kecamatan, kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat hanya butuh waktu 6 minggu saja, atau bisa juga dibuat lebih longgar dari itu sehingga hasil musyawarah untuk memilih para pemimpinnya tidak perlu terburu-buru.
Bagaimana dengan fungsi partai? Nah disini bisa ada bisa juga tidak ada. Bila mau ada dan benar siap para pemimpin partainya, silahkan bina kader partai masing-masing dengan cara yang paling terpuji dan bisa melahirkan kader yang paling hebat akhlaqnya, luas ilmunya dan perhatian sama lingkungannya. Kader yang demikianlah nanti yang akan dipilih jadi pemimpin dan diutus untuk mewakili Rukun Tetangganya, bukan? Kader partai koq jadi wakil dari RT, jangan anggap enteng dulu justru kader seperti inilah kader pemimpin yang sejati karena akan mengetahui bagaimana linkungan dan kebutuhan hidup masyarakatnya. (heehe..kader dan elit partai jangan mikir picik lah..harus siap menjadi panutan masyarakat )
Lantas nanti yang bikin Undang-Undang dan aturan lainnya itu siapa? Ya mudah saja, itu sekaligus bagian dari para wakil rakyat /utusan yang dipilih dari musyawarah masing-masing tingkatan tersebut. Dengan logika sederhana saja maka akan otomatis utusan dari satu Kecamatan sekaligus langsung jadi anggota legislatif dari DPRD (dewan wakil rakyat) di tingkat kabupaten/kota, utusan utusan kabupaten/kota yang notabene pasti bupati atau walikota otomatis jadi anggota DPR Pusat atau MPR.
Untuk pemilihan lembaga tinggi lainnya, serahkan ke para wakil di MPR /DPR Pusat. Tidak perlu banyak lembaga tinggi dan trias politica tak perlu jadi acuan pokok. MPR (Jumlah semua anggota DPR) memilih Presiden, Ketua DPR urutan pilihan k-2, dan seterusnya sesuai keperluan. Selesai bukan ? Memilih pemimpin insyaAllah rakyat tidak akan buta dan silau lagi sama janji-janji manis para politikus. Mereka bisa amanah karena terkait tanggungjawab langsung dari masyarakat daerahnya. Maka dalam hal ini,pemimpin yang lahir bukan yang pinter hanya ngomong saja, sifat karakter keteladanan dalam hidup bermasyarakatnya akan jadi penentu suara hati rakyat (maaf tuan, bukan ini bukan suara nyoblos pake paku) tentunya. Keterpelihan utusan bagaimana dengan keahliannya? Memangnya yang jago ngurus negara ini hanya dari kalangan para artis, pemakai narkoba dan yang berpeci agamawan saja. Di tiap daerah percayalah banyak orang-orang brilian dan ahli di bidangnya yang akan dipilih rakyatnya,malah bisa lebih dari itu mereka akan punya kharisma penuh kewibawaan dan tawadlu. Warga di satu RT juga bisa ada seorang Profesor, ada ulama, ada ahli dunia usaha dan sebagainya. Bergantung rakyat mau yang mana yang mereka percayai, terpenting mereka utusan itu terjami akhlaqnya, terbaik pemikirannya dan tentu prilaku korupsi bisa sejak dini terdeteksi, cara ini sangat brilian,bukan?
Gaji mereka itu dari mana?
Harus disadari bahwa bangsa atau ummat di negeri ini tidak miskin-miskin amat..?? Ada kemampuan untuk bayar zakat mall atau pajak bukan? Itu bisa yang dikumpulkan Perpajakan sebagai lewat Baitul Mall,gunakanlah secara cermat biar hasil-hasil musyawarah berpadu dengan pengorbanan harta dan diri sehingga keberkahan di atas bumi Allah Indonesia ini membawa kesejahteraan bagi warga bangsanya. Bangsa kita harus jadi tuan di negerinya sendiri, selama ini apakah kita sebagai rakyat sudah mampu merdeka di atas kemampuan sendiri? Sadarlah bangsaku, kita perlu perubahan atas hal ini.
Pembaca terhormat, kami belum pandai menyusun kata tapi ingin menuliskan ini, mohon maklumi dan terimakasih telah sudi membacanya. Semoga tulisan ini sedikitnya mengobati kegalauan hati ini.
Bismillah
*) suara warga KOTA ANGIN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H