Hari ini, hari pertama masuk sekolah anak kedua saya di salah satu SD Negeri di wilayah Depok. Terlihat begitu antusias dan semangat. Baik guru, murid bahkan orang tua tidak mau ketinggalan begitu semangat yang menggebu. Bagi anak yang baru masuk sekolah dasar mungkin ada rasa takut atau rasa manja pada orang tua terutama kaum ibu. Mereka tidak mau di tinggal atau di tinggalkan sendiri untuk membaur dengan teman yang lainnya di kelas mereka. Suasana begitu hiruk pikuk, sehingga tidak terhindarkan bahkan sampai mengganggu arus lalu lintas yang ada di jalan.
Pengarahan demi pengarahan di terima oleh para siswa dan orang tua wali murid. Ada yang serius mendengarkan, ada yang cuek beibeh, ada yang setengah cuek dan setengah serius. Pada intinya mereka mendengarkan arahan dari guru-guru di sekolah.
Dari sekian arahan yang di berikan oleh guru, ada satu hal yang menjadi penantian panjang dari para orangtua wali murid. Yaitu tentang buku sekolah dan besarnya biaya yang akan mereka keluarkan. Namun penantian itu belum juga mendapat arahan yang mantab dan kredibel. Sehingga menimbulkan rasa penasaran yang teramat sangat. Besarkah biayanya atau????. sepertinya masih misteri. Namun berdasarkan pengalaman yang pernah saya alami pada tahun pelajaran baru biasanya harga buku berkisar Rp. 450.000 ( empat ratus lima puluh ribu ) sampai dengan Rp. 500.000-an ( Lima ratusan ) mahal banget ya? tentu terasa berat. Katanya di negeri ini sekolah gratis! memang benar sekolah di negeri ini gratis. akan tetapi itu untuk Tingkat SD negeri dan SMP Negeri ( Jakarta- Depok). Tapi apakah dengan gratis uang yang di keluarkan nantinya tidak besar ? ternyata masuk sekolah gratis, bukunya malah selangit harganya. Dan lucunya harga yang telah mencapai ratusab ribu itu hanya dapat di pakai hanya sekali yaitu pada setengah semester, setengah semester lagi harus mengeluarkan uang kembali yang harganya tidak jauh berbeda dengan harga pertama. Kalau sudah begini siapa yang di untungkan dan siapa yang di pusingkan. Buku-buku itupun akhirnya menjadi pajangan yang segera di buang (diloakan) tidak bisa di pakai lagi untuk adik kelasnya.
Sebagai orang tua murid tentu saja saya prihatin dengan sistem pendidikan kita. Sangat berbeda ketika apa yang pernah saya alami waktu sekolah dulu. Dulu buku sekolah dan segala tetak bengek sekolah yang menyediakan semua gratis dan buku yang bekas kita pakai dapat di pergunakan kembali pada adik-adik kelas selanjut dan begitu seterusnya.
Tetapi setelah era reformasi seperti sekarang ini sistem pendidikan kita berubah total dan menjadi konsumtif tanpa ada koreksi dan kepedulian yang baik. Sehingga yang dapat merasakan sekolah adalah mereka-mereka yang mempunyai uang atau kaya, kalau yang tidak memiliki uang atau miskin jangan harap mendapatkan pendidikan yang berkualitas ataupun layak.
Kepada pemerintah pusat dan daerah coba tolong buka mata, hati dan telinga kalian terhadap jeritan-jeritan rakyat kecil yang selalu menanti kepedulian para pemimpinnya agar memberikan jalan yang terbaik. Sehingga tercipta suasana pendidikan dan pengajaran yang disiplin dan teratur sehingga Indonesia mampu melahirkan calon-calon pemimpin yang peduli pada orang yang mereka pimpin nantinya. Janganlah karena keuntngan semata kita mau menjual potensi-potensi yang akan membangun negerai ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI