Lihat ke Halaman Asli

Endang saefulloh

Bahagia dan sehat selalu

Agar Kritik Terasa Seperti Keripik

Diperbarui: 21 Oktober 2021   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Seorang muslim yang  baik adalah yang membuat muslim lainnya selamat (merasa aman) dari gangguan lisan dan tangannya" (HR. Bukhori).

Manusia adalah  makhlul sosial, dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak bisa hidup sendiri,  mereka  saling membutuhkan satu sama lain. Jalinan  kerjasama baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun  di tempat kerja menjadi suatu keharusan. Hubungan  yang di dalamnya terjalin saling asah, asih dan asuh akan  memudahkan dalam memenuhi kebutuhan dan  meraih sukses dalam hidupnya. Setiap pertentangan merupakan hal yang bisa merusak kerjasama diantara mereka.

Dalam penelitian Carnegie Isntitut Of Teknoloy, kesuksesan keuangan, karier seseorang ternyata lebih banyak ditentukan oleh 85 % (delapan puluh lima persen) keterampilan menjalin hubungan dengan sesama manusia. Baik itu dengan rekan kerja, atasan, bawahan dan lainnya. Hanya 15 % (lima belas persen) pengetahuan teknis.  Hal ini menunjukan betapa keterampilan menjalin hubungan dengan sesama menjadi hal utama.  

Ketika  berhubungan dengan sesama, tidak lepas dari  saling mengingatkan satu sama lain yang disampaikan melalui saran maupun kritik. Namun, seringkali kritik menjadi serangan terhadap harga diri, harkat martabat orang lain. Sehingga  seringkali suatu teguran berakhir dengan permusuhan. Kritik seringkali dianggap sebagai sebuah kata yang tidak disukai. Ketika  mendengar kritik yang terbayang adalah keburukan si pengkritik bukan isi kritiknya.

Hal ini merupakan realita yang harus dipecahkan demi menjaga nilai-nilai kebersamaan. Meski, kritik saran atau  teguran itu perlu namun tetap ada seni, etika dan ketulusan niat dalam penyampaiannya.

Terlebih,  perkembangan media sosial yang akhir-akhir ini begitu pesat,  banyak masyarakat yang kurang paham tentang etika penggunaannya. Media sosial kini seolah menjadi tempat menumpahkan segala aktivitas yang tidak jarang melupakan nilai-nilai etika. Seperti  kata-kata kasar, provokatif,  serta memberi komentar yang tidak relevan.

Mengkritik atau membully 

Pada dasarnya kritik itu dibagi dua : Pertama, kritik yang bersifat membangun. Cirinya dilandasi niat tulus, melaksanakan perintah Alloh Swt, sebagaiman dijelasakan dalam (Q.S Alashr). "Saling mengingatkan, dalam kebaikan dan kesabaran". Dampaknya bisa dirasakan yaitu adanya  daya ubah, daya gugah dimana seseorang akan merasa terdorong dan termotivasi ke arah yang lebih baik.  

Kedua,  kritik yang merusak,  cirinya dilandasi dengan niat mencari kelemahan seseorang, terkadang merupakan bentuk  pelampiasan dari satu kekesalan, merendahkan dan menjatuhkan harga diri.  Jenis  kritik yang kedua ini bukannya mendorong dan memotivasi malah cenderung membully atau mengolok-olok.

Dampak dari kritik ini, bisa di lihat dan dirasakan diantaranya : Merusak persaudaraan, menanamkan kebencian, di tempat kerja bisa melemahkan semangat kerja, menghilangkan kepercayaan diri, di rumah atau sekolah bisa  membuat  citra diri negatif pada diri anak.

Mengenai kritik jenis ini dijelaskan dalam firman Alloh Swt :"Hai orang-orang yang beriman, janganlan suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik, dan jangan pula wanita mengolok-olok wanita lain, boleh jadi wanita yang diolok-olok itu lebih baik, jangan kamu mencela dan memanggil dengan panggilan yang buruk" (Q.S Alhujurot :11).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline