Oleh;
Endang Aldilla, S.Pd
Mahasiswa Magister Pendidikan Fisika
Universitas Negeri Padang
Mata Kuliah Literasi Lingkungan dalam Pembelajaran Fisika
Rentang tahun 2018 hingga 2023 merupakan tahun yang penuh cobaan dengan berbagai peristiwa alam berkaitan dengan kebencanaan. Bencana merupakan peristiwa yang mengancam atau menganggu kehidupan manusia yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor dari manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan berdampak terhadap psikologis manusia (Heryana, 2020).
Bencana alam ini tidak hanya berakibat jatuhnya rusaknya fasilitas umum, sarana pendidikan, rumah ibadah pemukiman, terhambatnya konektivitas akibat tanah longsor, jalan terbelah dan rusak, dan sebagainya, tetapi korban jiwa juga cukup banyak berjatuhan, termasuk korban bencana yang harus mengungsi dan tinggal sementara di barak-barak atau tenda-tenda dengan keterbatasan fasilitas dan kebutuhan pangan.
Fenomena bencana alam yang kerap melanda warga bangsa ini tentu dapat dijelaskan dengan pendekatan saintifik. Misalnya, wilayah nusantara berada di wilayah cincin api (ring fire) yang potensial menyebabkan gempa, erupsi, tanah longsor, dan salah satunya juga termasuk tsunami. Membayangkan bagaimana tsunami terjadi, berteriak dan bertahan di dalam gelombang air laut yang sangat dahsyat tentu sebuah hal yang mengerikan. Namun fisika memiliki penjelasan tersendiri mengenai gelombang tsunami. Tidak hanya sekali ini, Indonesia sudah sering kali mengalami musibah karena terjangan air laut.
Tsunami Menurut Pandangan Fisika
Meskipun sama-sama merupakan gelombang air laut yang tinggi dan mencapai daratan, tsunami dan fenomena pasang air laut sangatlah berbeda. Ahli kelautan bahkan memiliki sendiri istilahnya yakni gelombang laut seismik (Seismic Sea Wave). Gelombang laut seismik ini terjadi karena berbagai hal di dasar samudera hingga mampu tumbuh tinggi, besar dan mengerikan.