Lihat ke Halaman Asli

Endah Suyarini

Saya bekerja dari subuh hingga malam hari. Jabatan saya sebagai seorang istri dan ibu. Disebuah perusahaan rumah tangga.

Kapan Nikah? Nikah Kapan?

Diperbarui: 23 April 2024   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Sudah menjadi rahasia umum masyarakat negeri konoha memiliki rasa ingin tahu dan 'ngerusuhi' alias merasa wajib ikut andil dalam kehidupan seseorang.

Salah satu contohnya adalah tentang pernikahan dan anak. Ya, dua hal itu saling berkaitan. 

Mereka yang berusia diatas dua puluh lima tahun akan dianggap tua dan wajib menikah. Padahal kewajiban menikah bukan sekedar karena usia, bukan? Ada banyak pertimbangan dan pemikiran serta kesiapan secara materi dan non materi, terutama kesiapan mental. Tapi, sepertinya hal itu akan menjadi prioritas nomor sekian, bahkan mungkin tidak menjadi pertimbangan jika dihadapakn oleh usia.

Apalagi kaum hawa. Usia pertengahan tahun, tidak membawa gandengan alias pasangan adalah hal yang dianggap aib. Rasa-rasanya tidak pantas pada usia segitu masih sendirian. Lalu, berbondong-bondong keluarga, sanak saudara, kerabat, teman membuka biro usaha mak comblang dadakan.

Menyebalkan!

Ya, tapi hal seperti itu masih banyak terjadi pada dunia konoha ini.

Mereka akan bersyka cita, jika akhirnya si fulan menikah. Giliran terjadi hal tidak diinginkan dalam pernikahan, misal perceraian, maka biro mak comblang mendadak tutup. Tidak menerima konsultasi. Kalau pun ada yang menerima konsultasi, maka akan mengeluarkan kata-kata pamungkasnya yaitu, "sabaaarrr. Namanya orang nikah ya, begitu. Ada saja cobaannya."

Halah. Kemaren saat meneriakan "ayo, nikah!" "Buruan nikah!". Tidak ada penjelasan tentang bagaimana itu pernikahan. Bagaimana lika liku dalam membina rumah tangga. Tidak ada itu tips dan triknya berumah tangga. Selain untaian dorongan untuk segera melepas masa lajang, juga kasak kusuk tentang hidangan saat resepsi dan souvenir sebagai buah tangan untuk tamu.

Padahal mereka yang datang bukan penonton bayaran, kan? Giliran souvenir gak sesuai harapan dan hidangan tidak menggugah selera, jadi bahan omongan!

Emang paling bener, tidak usah didengerin omongan mereka yang menyuruh kita untuk segera menikah. Toh, bukan mereka juga yang akan menikah. Yang nantinya menjalani biduk rumah tangga adalah kita. Dan, bukan mereka juga yang turun tangan membiayai pernikahan.

Tapi, masalahnya ada dua kuping bertengger cantik yang senantiasa mendengar ocehan itu! Pura-pura tidak dengar pun, dipaksa untuk dengar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline