Hari ini dimulai dengan sesuatu yang baik. Bagaimana tidak, aku yang biasanya bangun setelah ayam jago mengomel dan mengoloku karena kalah cepat dengan matahari. Kali ini, aku lebih cepat dari ayam jago. Akulah yang membangunkan ayam jago yang terlelap dikandanganya dengan alarm.
Aku membersihkan badan tanpa perlu ibu meneriakiku seperti biasanya. Menghabiskan sarapanku dengan lahap. Ibu sampai terpukau dengan keajaibanku hari ini.
"Tumben." Ucapnya sembari netranya menelisikku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Aku hanya tersenyum tanpa berkomentar.
"Aku berangkat, Bu." Pamitku seraya mencium takjim punggung tangan ibuku.
Setelah pamit dan mendapat doa restu dari ibu, gegas aku menunggangi kuda besiku.
Dengan senyum sumringah yang memamerkan barisan gigi yang rapi, aku menuju rumahnya.
Rumah seorang wanita yang sudah memporak-porandakan idealismeku tentang wanita.
Wanita ideal adalah yang memiliki kulit putih bak porselen, postur tubuh tinggi dengan rambut hitam panjang, serta memiliki mata bulat dan berhidung mancung, berbibir tipis merah merona. Ditambah, tutur kata yang lembut yang setiap dia membuka suaranya terdengar seperti alunan lagu yang merdu.
Ah, semua buyar saat mengenalnya. Dia tinggi dan berkulit kuning langsat. Hidungnya biasa saja dan matanya tidak bulat. Suaranya tidak lembut sama sekali malah saat bernyanyi terdengar fals. Dia, senang tertawa, memamerkan gingsulnya. Rambutnya pendek model edgy bob hair.
Tapi, dia mempu membuatku terpesona dengan selera humornya dan kepintarannya. Dengan, kebaikannya yang tidak sengaja aku lihat. Beberapakali aku melihatnya memberi makan beberapa ekor kucing liar dan memberi sejumlah uang pada yang membutuhkan. Padahal aku sering memergokinya tidak jajan dikantin sekolah. "Diet." Alasannya. Tapi, saat melihat apa yang dilakukannya sepertinya dia punya alasan lain yang disembunyikan.