Lihat ke Halaman Asli

Stop Jadi Malin Kundang!

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1356162612428052762

Seperti biasa, pagi ini saya membuka lembaran hari ini dengan surfing ke dunia maya. Mulai membuka email, jejaring sosial, situs berita aktual, dan tentu Kompasiana tercinta. Hampir di semua situs yang saya buka itu sedang hangat membincangkan peran perempuan yang mulia yakni Ibu. Saya enggan untuk ikutan mengharu-biru atau terbawa arus tanggal merah yg dispesialkan untuk para Ibu. Bukan berarti saya tidak saying pada ibu saya, dan ibu-ibu yang lainnya, atau bahkan diri sendiri yang kelak akan menjadi ibu. Melainkan, menurut saya hari ini hanyalah formalitas saja sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan. Semuanya sibuk update status “Terimakasih Ibu”, “I love you, Mom.”, dan sebagainya. Semuanya serba melankolis hari ini. Kalaupun ada aksi, hanya sekedar gerakan sporadic semata misal, bagi bunga, orasi jalanan atau orasi ilmiah di forum-forum intelektual formalitas dan atau non-formalitas.

Seolah-olah hari Ibu mengalahkan perayaan hari besar agama pada umumnya. Kenapa hari Ibu hanya ditentukan pada hari ini saja? Hanya satu hari? Pada bulan Desember lagi, akhir tahun. Kenapa tidak pada bulan-bulan di awal tahun saja? Kalau dipandang dari simbolisasi, maka bulan di awal tahun itu dapat dimaknai sebagai gerbang pintu perubahan dan awal harapan baru, karena ibu merupakan gerbang kehidupan awal bagi para manusia ke dunia. Pertanyaan-pertanyaan, dan asumsi-asumsi tersebut berkecamuk dalam pikiranku pagi ini.

Cobalah kita tengok sejenak, tak usah jauh-jauh, ibu kita sendiri, apakah kita sering melakukan sesuatu yang membuatnya berbunga-bunga dengan perasaan membuncah setiap hari dan waktu? Apakah kita sering membuat ibu kita tersenyum selalu selama menghabiskan waktu bersama? Atau malah sebaliknya, setiap kita bangun tidur yang kita dengar adalah omelan ibu kita atas tindakan kita yang dianggap “tidak benar” dalam pandangannya? Dan, menangis ketika kita melakukan perbuatan yang membuat perasaannya tersakiti dan kecewa? Jujur, saya belum pernah membuat ibu saya tersenyum dan tertawa setiap waktu tanpa sedikitpun menyakiti perasaannya. Memang sih, manusia tidak ada yang sempurna dan selalu melakukan kesalahan, akan tetapi sederhananya apakah kita sudah menjadi anak yang baik yang akan menjadi ibu yang baik bagi anak kita kelak? (bila anda perempuan, silahkan mengangguk atau menggeleng. Kalau anda pria, wah saya perlu menanyakan kejantanan anda, hehehe)

Saya mengatakan dengan tegas bahwa hari ini yang ditasbihkan sebagai hari Ibu bagi saya adalah sekedar formalitas. Kenapa kita hanya membuat hari ini saja yang istimewa bagi ibu kita dengan kata-kata manis yang terlontar lewat media apapun? Sedangkan, di hari yang lain, kita masih melontarkan kata-kata menyakitkan pada ibu kita.

Kalau kita pahami secara mendalam, semua agama mendudukkan ibu kita pada derajat yang tinggi. Nggak percaya? Nih, aku kutipkan beberapa ayat atau sedikit pandangan dari beberapa agama yang diakui di Indonesia. Simak baik-baik di bawah ini ya, bias-bisa habis kalian baca ini, langsung sungkem tuh sama ibu kalian semua.

Dalam Tanzil-Nya yang mulia, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbakti kepada) kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu dan hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)

Di tempat lain, Dia Yang Maha Suci berfirman:

Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya dengan menyapihnya adalah tiga puluh bulan….(Al-Ahqaf: 15)

Dua ayat yang mulia di atas berisi perintah berbakti kepada orangtua sebagai suatu kewajiban dalam agama yang mulia ini. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla menggandengkan perintah berbakti ini dengan perintah beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Seperti dalam ayat yang artinya :

Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatupun serta berbuatbaiklah kepada kedua orang tua. (An-Nisa`:36)

Ayah dan ibu berserikat dalam hal memiliki hak terhadap anaknya untuk memperoleh bakti. Hanya saja ibu memiliki bagian dan porsi yang lebih besar dalam hal beroleh bakti. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika ditanya oleh seorang sahabatnya:

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 6447)

(lihat Ulangan 6:4-7) “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.“

Keluaran 2:8-9 mencatat "Sahut puteri Firaun kepadanya: 'Baiklah.' Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu. Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: 'Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu.' Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya."

Timotius 1:5 mencatat ‘Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas yaitu iman yang pertama-tama di dalam nenekmu Louis dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu”

Ucapan “sorga ada ditangan wanita” bukanlah suatu slogan kosong, karena ditulis dalam MD.III.56:

YATRA NARYASTU PUJYANTE, RAMANTE TATRA DEVATAH, YATRAITASTU NA PUJYANTE, SARVASTATRAPHALAH KRIYAH

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline