Wisata budaya adalah bentuk wisata yang menggabungkan unsur wisata dan kebudayaan. Menjadikan wisata budaya tematik dengan mengangkat nila-nilai kebangsaan merupakan sebuah usaha pemajuan kebudayaan kreatif yang berupaya mengatasi persoalan bangsa Indonesia saat ini yang sedang dilanda krisis identitas.
Salah satu nilai kebangsaan yang perlu dikampanyekan secara terus menerus adalah toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Kota Kudus merupakan salah satu destinasi wisata yang menarik dalam menggambarkan jejak toleransi yang sudah menjadi tradisi dan mendarah daging selama ratusan tahun.
Wisata Budaya Kudus yang mengangkat tema toleransi adalah sebagai berikut:
1. Cagar Budaya Kota Kudus
a. Menara Mesjid Kudus
Menara Mesjid Kudus merupakan cagar budaya sekaligus landmark utama kota Kudus. Menara mesjid ini menjadi lambang toleransi dan kegiatan hidup keagamaan yang sangat intensif bagi warga Kudus. Bentuknya arsitekturnya yang menyerupai candi dari masa pra Islam yang terbuat dari batubata, berdiri bersebelahan dengan bangunan masjid dengan kubah besar yang merupakan arsitektur masjid modern.
Adalah hal yang jarang terjadi di masa kini, dimana simbol yang bernuansa Hindu menyatu dengan bangunan bernafaskan Islam. Menara mesjid Kudus menjadi sebuah simbol dari toleransi, kedamaian dan kerukunan antar umat bergama.
b. Rumah Pencu
Rumah Pencu adalah rumah tradsional masyarakat Kudus yang menunjukan kearifan lokal masyarakat Kudus dalam menerima budaya pendatang. Mereka tidak menentangnya bahkan justru menghargainya. Arsitekturnya merupakan pengembangan dari rumah adat Jawa pada umumnya dan pesisir utara Jawa khususnya, yang dipengaruhi budaya dari Cina, Eropa dan Persia.
Ukiran rumah Adat Kudus tidak terlepas dari jasa seorang keturunan Cina bernama Tee Ling Sing yang kemudian disebut sebagai Kyai Telingsing. Kyai Telingsing adalah juru sungging atau pemahat yang berasal dari Cina. Keahlian memahat dengan aliran sungging inilah yang kemudian mengilhami terjadinya nama kampung Sunggingan (Disparbud Kab. Kudus, 2008).
Bangunan pokok rumah adat Kudus berupa bentuk joglo, atap berbentuk pencu dengan tritisan bagian depan dan belakang. Pusat pencu merupakan puncak dari gedongan yang merupakan bagian paling sakral dari rumah adat Kudus. Tata ruang terdiri dari bagian jaga satru, sentong, gedongan serta pawon dan bangunan tambahan berupa sumur dan kamar mandi atau pekiwan yang terletak di depan rumah. Antara rumah induk dengan pekiwan terdapat ruang kosong yang digunakan sebagai jalan umum antara rumah.